Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Politik
3.1 Definisi Partai politik
Secara umum dapat
dikatakan partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-angggotanya mempunyai orientasi. Nilai-nilai dan cita-cita yang sama.
Tujuan kelompok ini ialah memperoleh kekuasaan politik dan ingin merebut
kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
Kegiatan seseorang
dalam partai politik merupakan suatu bentuk partisipasi politik. Partisipasi
politik mencakup semua kegiatan sukarela melalui nama seseorang turut serta
dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum.
Kegiatan-kegiatan ini mencakup kagiatan memilih dalam pemilihan umum menjadi
anggota golongan politik seperti partai, kelompok penekan, kelompok
kepentingan, duduk dalam lembaga politik seperti dewan perwakilan rakyat atau
mengadakan komunikasi dengan wakil-wakil
rakyat yang duduk dalam badan itu, berkampanye, dan menghadiri kelompok
diskusi, dan sebagainya.
Dibawah ini disampaikan beberapa
definisi mengenai partai politik:
Carl J. Friedrich: partai politik adalah “sekelompok manusia yang
terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan
terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan, berdasarkan penguasaan ini
memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun
materiil”.
R.H. Soultau:” partai politik adalah sekelompok warga negara
yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik
dan yang bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksankan kebijaksanaan umum
mereka.
Sigmud Neumann dalam karangannya Modern Political Parties mengemukakan definisi sebagai berikut:”
partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yanng berusaha
untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasa
rpersaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai
pandangan yang berbeda”.
Perlu diterangkan
bahwa partai berbeda dengan gerakan
(movement). Suatu gerakan merupakan kelompok atau golongan yang ingin
mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga politik atau kadang-kadang
ingin menciptakan suatu tata masyarakat yang baru sama sekali, dengan memakai
cara-cara politik. Dibanding dengan partai politik, gerakan mempunyai tujuan
yang lebih terbatas dan fundamentil sifatnya, dan kadang-kadang bersifat
ideologi. Orientasi ini merupakan ikatan yang kuat diantara anggota-anggotanya
dan dapat menumbuhkan suatu identitas kelompok yang kuat. Organisasinya kurang
ketat dibanding dengan partai politik. Berbeda dengan partai politik, gerakan
sering tidak mengadukan nasib dalam pemilihan umum.
Partai politik juga
berbeda dengan kelompok penekan
(Pressure Group) atau istilah yang lebih banyak diakai dewasa ini, kelompok kepentingan (interest group).
Kelompok ini bertujuan untuk memperjuangkan sesuatu “kepentingan” dan
mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan yang
menguntungkan atau menghindarkan keputusan yang merugikan. Kelompok kepentingan
tidak berusaha untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat,
melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai didalamnya atau instansi
pemerintah atau materi yang berwenang. Teranglah bahwa kelompok kepentingan
mempunyai orientasi yang jauh lebih sempit dari pada partai politik, yang lebih
banyak memperjuangkan kepentingan umum. Organisasi kepentingan kelompok pun
lebih kendor dibanding dengan partai politik.
3.2 Fungsi Partai politik
Dalam negara
demokratis partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi:
1. Partai
sebagai sarana komunikasi politik.
Salah satu tugas
dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi
masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpang-siuran pendapat
dalam masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern yang begitu luas, pendapat
dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang apabila tidak ditampung
dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada proses ini
dinamakan “penggabungan kepentingan” (interest aggregation). Sudah digabung,
pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur.
Proses ini dinamakan “perumusan kepentingan” (interest articulation).
Semua kegiatan
diatas dilakukan oleh partai. Partai politik selanjutnya merumuskannya sebagai
usul kebijaksanaan. Usul kebijaksanaan ini dimasukkan dalam program partai
untuk diperjuangkan atau disampaikan kepaa pemerintah agar dijadikan
kebijaksanaan umum (Public Policy). Dengsn demikian tuntutan dan kepentingan
masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik.
Di lain pihak
partai politik berfungsi juga untuk memperbincangkan dan menyebarluaskan
rencana-rencana dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Dengan demikian
terjadi arus informasi serta dialog dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas,
dimana partai politik memainkan peranan sebagai penghubung antara yang
memerintah dan yang diperintah, antara pemerintah dan warga masyarakat. Dalam
menjalankan fungsi ini partai politik sering disebut sebagai broker (perantara)
dalam suatu brusa idee-idee. Kadang-kadang juga dikatakan bahwa partai politik
bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi warga
masyarakat sebagai pengeras suara.
2. Partai
sebagai sarana sosialisasi politik.
Partai politik juga
main peranan sebagai sarana sosialisasi politik (instrument of political
socialization). Di dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai
proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap phenomena
politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Biasanya
proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak
sampai dewasa.
Dalam hubungan ini
partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik. Dalam
usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum, partai
harus memperoleh dukungan seluas mungkin. Untuk itu partai berusaha menciptakan
“image” bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Disamping menanamkan
solidaritas dengan partai, partai politik juga mendidik anggota-anggotanya
menjadi manusia yang sadar akan tanggungjawabnya sebagai warga negara dan
menempatkan kepentingan sendiri dibawah kepentingan nasional. Di negara-negara
baru partai-partai politik juga berperan untuk memupuk identitas nasional dan
integrasi nasional.
3. Partai
politik sebagai sarana recruitment
politik.
Partai politik juga
berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif
dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikianpartai
turut memperluas partisipasi politik. Caranya ialah melalui kontak pribadi,
persuasi dan lain-lain. Juga diusahakan
untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang dimasa mendatang
akan mengganti pimpinan lama (selection of leadership).
4. Partai politik sebagai sarana pengatur
konflik (conflict management).
Dalam suasana
demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal
yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik berusaha untuk
mengatasinya.
Dalam praktek
politik sering dilihat bahwa fungsi-fungsi tersebut di atas tidak dilaksanakan
seperti yang diharapkan. Misalnya informasi yang diberikan justru menimbulkan
kegelisahan dan perpecahan dalam mayarakat; yang dikejar bukan kepentingan
nasional, akan tetapi kepentingan partai yang sempit dengan akibat pengkotakan
politik; atau konflik tidak diselesaikan, akan tetapi malah dipertajam.
Gejala-gejala
semacam ini di negara baru telah menimbulkan kekecewaan terhadap sistem
kepartaian ini dengan membawwa bermacam-macam akibat: ada negara dimana
partai-partai dibubarkan (pakistan, th 1958, sekalipun kemudian terpaksa
dihidupkan kembali): ada negara dimana hanya dibenarkan adanya satu partai
tunggal (beberapa negara afrika);ada negara dimana ruang gerak partai-partai
dibatasi.
Dinegara-negara
dimana komunis berkuasa partai politik mempunyai kedudukan monopolistis dan
kebebasan bersiang tidak ada. Di mana mungkin ia menentukan dirinya sebagai
partai tunggal, seperti di Uni Soviet, atau sekurang-kurangnya sebagai partai
yang paling dominan seperti di RRC dan negara-negara komunis Eropa Timur.
Partai politik
komunis bertujuan untuk mengarahkan masyarakat kearah tercapainya masyarakat
komunis. partai dianggap sebagai “pelopor revolusioner” (dalam Undang-undang
Dasar Uni Soviet Pasal 126 partai tesebut sebagai “revolutionary vanguard”)
dari tata masyarakat yang hendak dibentuk. Kata Andrei Y. Vyshinsky : “basis
politik Uni Soviet mencakup peranan Partai Komunis sebagai pimpinan serta
pengarah disemua bidang kegiatan ekonomi, sosial dan budaya”.
Maka dari itu
dikatakan bahwa fungsi partai politik berbeda sekali dengan partai dalam negara
yang demokratis. Mengenai perbedaan ini diuraikan oleh Sigmund Neumann sebagai
berikut. Kalau dalam negara demokrasi partai mengatur keinginan dan aspirasi
golongan-golongan dalam masyarakat, maka partai komunis berfungsi untuk
mengendalikan semua aspek kehidupan secara monolithic. Kalau dalam masyarakat
demokratis partai berusaha menyelenggarakan integrasi warga negara kedalam masyarakat
umum, peranan partai komunis ialah untuk memaksakan individu untuk menyesuaikan
diri dengna suatu cara hidup yang sejalan dengan kepentingan partai
(enforcement of Conformity). Kedua fungsi ini diselenggarakan melalui
propaganda dari atas ke bawah.
3.3 Klasifikasi Partai
Klasifikasi partai
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bila dilihat dari segi komposisi dan
fungsi keanggotaannya, secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu partai
massa dan partai kader. Partai massa mengutamakan kekuatan
berdasarkan keunggulan jumlah anggota; oleh karena itu ia biasanya terdiri dari
pendukung-pemdukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang sepakat
untuk bernanung di bawahnya dalam memperjuangkan suatu program yang biasanya
luas dan agak kabur. Kelemahan dari partai massa ialah bahwa masing-masing
aliran atau kelompok yang bernaung di bawah partai massa cenderung untuk
memaksakan kepentingan masing-masing, terutama pada saat-saat krisis, sehingga
persatuan dalam partai dapat menjadi lemah atau hilang sama sekali sehingga
salah satu golongan memisahkan diri dan mendirikan partai baru. Partai kader
mementingakan ketaatan organisasi dan disiplin kerja dari anggota-anggotanya.
Pimpinan partai biasanya menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan
jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggota yang
menyeleweng dari garis partai yang telah di tetapkan.
Klasifikasi lainnya
dapat dilakukan dari segi sifat dan orientasi, dalam hal mana partai-partai
dapat dibagi dalam 2 jenis yaitu partai lindungan (patronage party) dan
partai ideologi atau partai azas (weltanschauungs Partei atau programmatic
party).
Partai lindungan
umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor(sekalipun organisasinya di
tingkat lokal sering cukup ketat), disiplin yang lemah dan biasanya tidak
terlalu mementingkan pemilihan umum unutuk anggota-anggota yang dicalonkannya;
karena itu hanya giat menjelang masa-masa pemilihan. Partai Demokrat dan Partai
republik Amerika Serikat merupakan contoh dari partai semacam ini.
Partai ideologi
atau partai azas (Sosialisme, Fasisme, Komunisme, Kristen-Demokrat) biasanya
mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalam kebijaksanaan pemimpin dan
berpedoman pada disiplin partai yang kuat dan mengikat. Terhadap calon anggota
diadakan saringan, sedangkan untuk menjadi anggota pimpinan disyaratkan lulus
melalui beberapa tahap percobaan. Untuk memperkuat ikatan batin dan kemurnian
ideologi maka di pungut iuran secara teratur dan disebarkan organ-organ partai
yang memuat ajaran-ajaran serta keputusan-keputusan yang telah dicapai oleh
pimpinan.
Pembagian di atas
sering di anggap kurang memuaskan oleh karena dalam setiap partai ada unsur
lindungan serta pembagian rezeki di samping pandangan tertentu. Maka dari itu
ada sarjana kemukakan antara lain oleh Maurice Duverger dalam bukunya yang
terkenal Polotical Parties, yaitu sistem partai-tunggal (one-party
system), sistem dwi-partai (two-party system) dan sistem multi-partai
(multi-party system).”
Sistem
Partai Tunggal
Ada sementara
sarjana yang berpendapat bahwa istilah sistim partai-tunggal merupakan istilah
yang menyangkal diri sendiri (cotradictio in terminis) Sebab menurut pandangan
ini suatu sistim selalu mengandung lebih dari satu unsur. Namun demikian
istilah ini telah tersebar luas di kalangan masyarakat dan para sarjana.
Istilah ini dipakai untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan diantara
beberapa partai lainnya. Dalam kategori terakhir terdapat banyak variasi.
Pola partai-tunggal
terdapat di beberapa negara Afrika (Ghana di masa Nkrumah, Guinea, Mali, Pantai
Gading), Eropa Timur dan RRC. Suasana kepartaian dinamakan nono-kompetitif oleh
karena partai-partai yang ada harus menerima pimpinan dari partai yang dominan
dan tidak dibenarkan bersaing secara merdeka melawan partai itu. Kecenderungan
unutuk mengambil pola sistim partai-tunggal disebabkan karena di negara-negara
baru pimpinan sering dihadapkan dengan masalah bagaimana mengintegrasikan
pelbagai golongan, daeran serta suku bangsa yang berbeda corak sosial dan pandangan
hidupnya. Dikhawatirkan bahwa bila keanekaragaman sosial dan budaya ini
dibiarkan, besar kemungkinan akan terjadi gejolak-gejolak sosial politik yang
menghambat usaha-usaha pembangunan.
Negara yang paling
berhasil untuk meniadakan partai-partai lain ialah Uni Soviet. Partai Komunis
Uni Soviet bekerja dalam suasana yang non-kompetitif; tidak ada partai lain
yang boleh bersaing, ataupun yang ditolelir. Oposisi dianggap sebagai
pengkhianatan. Partai tunggal serta organisasi yang bernaung dibawahnya berfungsi
sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan menekankan perpaduan dari
kepentingan partai dengan kepentingan rakyat secara menyeluruh.
Sistim
Dwi-Partai
Dalam kepustakaan
ilmu politik pengertian sistim dwi-partai biasanya diartikan adanya dua partai
atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari dua partai.
Sedikit negara yang pada dewasa ini memiliki ciri-ciri sistim dwi-partai,
kecuali Inggris, Amerika serikat dan Filipina, dan oleh maurice Duverger
dikatakan bahwa sistim ini adalah khas Anglo Saxon. Dalam sistim ini
partai-partai dengan jelas dibagi dalam pertai yang berkuasa (karena menang
dalam pemilu) dan partai oposisi (karena kalah dalam pemilu). Dengan demikian
jelaslah dimana letaknya tanggungjawab mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi.
Dalam sistim ini partai yang kalah berperan sebagai pengecam utama tapi yang
setia (loyal opposition), dengan pengertian bahwa peran ini sewaktu-waktu dapat
bertukar-tangan. Dalam persaingan memenangkan pemilu kedua partai berusaha
unutuk merebut dukungan orang-orang yang ada ditengah orang partai dan yang
sering dinamakan pemilih terapung (floating vote).
Sistim dwi-partai pernah
disebut “a convinient system for contented people” dan memang kenyataannya
ialah bahwa sistim dwi-partai dapat berjalan baik apabila terpenuhi tiga
syarat, yaitu komposisi masyarakat adalah Homogeen, konsensus dalam masyarakat
mengenai azas dan tujuan sosial yang pokok adalah kuat, dan adanya kontinuitas
sejarah.
Inggris biasanya
dikemukakan sebagai contoh yang ideal dalam menjalankan sistim dwi-partai.
Partai buruh dan partai konservatif dikatakan tidak mempunyai pandangan yang
banyak berbeda mengenai azas dan tujuan politik, dan perubahan pimpinan umumnya
tidak terlalu mengganggu kontinuitas dalam kebijaksanaan pemerintah. Perbedaan
yang pokok antara kedua partai hanyalah berkisar pada cara-cara dan kecepatan
melaksanakan beberapa program pembaharuan yang menyangkut masalah sosial,
perdagangan dan industri. Partai buruh lebih condong untuk banyak menggunakan
pengendalian dan pengawasan dari pihak pemerintah, sedangkan partai konservatif
cenderung untuk memilih cara-cara kebebasan berusaha. Di samping kedua partai
tadi ada beberapa partai kecil lainnya, diantaranya yang paling penting adalah
Partai Liberal. Kedudukan partai ini relatif sedikit artinya dan baru terasa
peranannya jika kemenangan yang dicapai oleh salah satu partai besar hanya
tipis sekali, sehingga perlu diadakan koalisi dengan parrtai Liberal.
Sistim
dwi-partai umumnya diperkuat dengan
digunakannya sistim pemilihan
single-member constituency (Sistim Distrik) dimana dalam setiap daerah
pemilihan hanya dapat dipilih satu wakil saja. Sistim pemilihan ini mempunyai
kecenderungan untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan partai kecil,
sehingga dengan demikian memperkokoh sistim dwi-partai dimana ada.
Sistim
multi-partai
Umumnya dianggap
bahwa keanekaragaman dalam komposisi masyarakat menjurus ke berkembangnya dalam
sistim multi-partai. Di mana perbedaan ras, agama, atau suku bangsa adalah
kuat, golongan-golongan masyarakat lebih cenderung untuk menyalurkan
ikatan-ikatan terbatas tadi dalam satu wadah saja. Dianggap bahwa pola
multi-partai lebih mencerminkan
keanekaragaman budaya dan politik daripada pola dwi-partai. sistim
multi-partai ditemukan di Indonesia, malaysia, Negeri Belanda, Perancis,
Swedia, dsb.
sistim
multi-partai, apalagi kalau digandengkan dengan sistim pemerintahan
parlementer, mempunyai kecenderungan unutuk menitikberatkan kekuasaan pada
badan legislatif sehingga peranan badab eksekutif sering lemah dan ragu-ragu.
Hal ini disebabkan oleh karena tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk
membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi
dengan partai-partai lain. Dalam keadaan semacam ini partai yang berkoalisi
harus selalu mengadakan mesyawarah dan kompromi dengan partai-partai lainnya
dan menghadapi kemungkinan bahwa sewaktu-waktu dukungan dari partai koalisi
lainnya dapat ditarik kembali.
Dilain pihak
partai-partai oposisi pun kurang mempermainkan peranan yang jelas oleh karena
itu sewaktu-waktu masing-masing partai dapat diajak untuk duduk dalam
pemerintahan koalisi baru. Hal-hal semacam ini menyebabkan sering terjadinya
siasat yang berubah-ubah menurut kegentingan situasi yang di hadapi setiap
partai. Dalam sistem semacam ini masalah dimana letaknya tanggungjawab kurang
jelas.
Dalam situasi di
mana terdapat satu partai yang domonan, stabilitas politik dapat lebih di
jamin. India sering dikemukakan sebagai negara di mana terdapat dominasi satu
partai, tetapi karena suasana adalah kompetitif maka pola dominasi setiap waktu
dapat berubah. Hal ini dapat dilihat pada pasang-surutnya kedudukan Partai
Kongres. Partai ini mulai zaman kolonial menguasai kehidupan politik India.
Jumlah wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat melebihi jumlah total wakil
partai-partai lainnya, dan karena itu sering disebut “one and a half party
system” (sistim satu setengah partai). Sekalipun Partai kongres sesudah
meninggalnya Jawaharlal Nehru dan terutama sesudah pemilu 1967 mengalami
kemunduran antara lain karena keretakan dalam tubunya sendiri, akan tetapi ia
tetap merupakan partai yang terpenting. Apalagi sesudah Ny. Indria Gandhi
memperoleh kemenangan yang meyakinkan dalam pemilu 1971, dan dalam bulan Juni
1975 memerintah atas dasar “keadaan darurat” (SOB).
Pola multi-partai
umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan Perwakilan Berimbang yang memberi
kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan golongan-golongan kecil.
Melalui sistim perwakilan Berimbang partai-partai kecil dapat menarik keuntungan
dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang diperolehnya disuatu daerah pemilihan
dapat ditarik ke daerah pemilihan lain untuk menggenapkan jumlah suara yang
diperlukan guna memenangkan satu kursi.
3.4 Partai
Politik di Indonesia
Partai politik pertama-tama
lahir dalam zaman kolonial sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional.
Dalam suasana itu semua organisasi, apakah dia bertujuan sosial (seperti Budi
Utomo dan Muhammadiyah) ataukah terang-terangan menganut azas politik/agama
(seperti Serikat Islam dan Partai Katolik) atau azas politik/sekuler (seperti
PNI dan PKI), memainkan peran penting dalam berkembangnya pergerakan nasional.
Pola kepartaian masa ini menunjukkan keanekaragaman, pola mana di teruskan
dalam masa merdeka dalam bentuk sistim multi-partai.
Dengan didirikannya
Volksraad maka beberapa partai dan organisasi bergerak melalui badan ini. Pada
tahun 1939 terdapat beberapa fraksi dalam Volksraad, yakni fraksi Nasional di
bawah pimpinan Husni Thamrin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur bumi-putra) di
bawah pimpinan Prawoto dan “Indonesische Nationale Groep” di bawah pimpinan
Muhammad Yamin.
Diluar Volksraad
ada usaha untuk mengadakan gabungan dari partai-partai politik dan
menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional. Pada tahun 1939 dibentuk K.R.I
(Komite Rakyat Indonesia) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia,
yang merupakan gabungan dari partai-partai beraliran nasional), MIAI (Majelisul
Islamil a’laa Indonesia, yang merupakan gabungan partai-partai beraliran Islam
yang terbentuk pada tahun 1937) dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia, yang
merupakan gabungan organisasi buruh).
Kegiatan partai
politik dalam zaman pendudukan Jepang dilarang; hanya golongan-golongan Islam
diberi kebebasan untuk membentuk Partai masyumi. Akan tetapi, satu bulan
sesudah Proklamasi Kemerdekaan kesempatan dibuka lebar-lebar untuk mendirikan
partai politik, anjuran mana mendapat sambutan yang antusias.
Dengan demikian
kepartaian kembali ke pola multi-partai yang telah di mulai dalam zaman
kolonial. Banyaknya partai tidak menguntungkan berkembangnya pemerintahan yang
stabi. Pemilihan umum yang diadakan pada 1955 membawa penyederhanaan dalam
jumlah partai dalam arti bahwa dengan jelas telah muncul 4 partai besar, yakni
Masyumi, PNI, NU dan PKI. Akan tetapi partai-partai tetap tidak
menyelenggarakan fungsinya sebagaimana yang di harapkan. Akhirnya, pada masa
Demokrasi Terpimpin partai-partai dipersempit ruang-geraknya.
Mengenai partai
dalam masa sistim parlementer pernah ditulis oleh Daniel S.Lev:
“Sistem partai di
Indonesia menunjukkan beberapa gejala kekacauan yang tidak asing bagi sistim
multi-partai di dunia. Ada partai kecil yang mempunyai pengaruh yang jauh lebih
besar daripada dukungannya dalam masyarakat; disamping itu tidak ada partai
yang mengembangkan sikap memikul tanggungjawab penuh seperti yang biasanya
terdapat pada partai yang menguasai pemerintahan tanpa koalisi. Lagipula,
sistim parlementer (di Indonesia) tidak pernah memiliki kekuasaan sepenuhnya,
kewenangan dan keabsahan dalam tata tertib politik, dan juga tidak dapat
menguasai segala askper situasi konflik politik. Pada akhirnya pemerintahan
perlementer dijatuhkan oleh kekuatan-kekuatan extra parlementer seperti
presiden dan tentara. Akan tetapi partai politik juga tidak luput dari tantangan
dari kalangan mereka sendiri. Dan hal ini juga membantu timbulnya Demokrasi
Terpimpin.”
Dalam Masa Order
Baru partai politik diberi kesempatan unutuk bergerak lebih leluasa. Akan
tetapi, sesudah diadakan pemilu tahun 1971, dimana Golkar menjadi pemenang
pertama dengan disusul oleh tiga partai besar NU, Parmusi dan PNI, agaknya
partai-partai harus menerima kenyataan bahwa peranan mereka dalam
decision-making process untuk sementara akan tetap terbatas.
Pada tahun 1973
terjadi penyederhanaan partai. Empat partai Islam, yaitu Nahdlatul Ulama,
Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Indonesia dan Perti bergabung
menjadi Partai Persatuan Pembangunan. Selain dari itu lima partai, yaitu Partai
Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba dan
Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) bergabung menjadi Partai
Demokrasi Pembangunan. Dengan demikian dalam pemilu yang akan di adakan pada
tahun 1977 akan diikutsertakan dua partai politik dan Golkar.
KESIMPULAN
Berdasarkan
makalah ini dapat disimpulkan bahwa,
-
Partai
politik adalah suatu wadah yang digunakan sebagai aspirasi dari anggota
masyarakat yang menjadi anggota dari suatu partai, dengan adanya partai politik
masyarakat bisa menyalurkan aspirasi dan hal-hal yang dibutuhkan masyarakat
-
Dalam negara
demokrasi partai politik mempunyai beberapa fungsi yang mencangkup beberapa
aspek yang menunjang terbentuknya suatu sistem partai politik.
-
Partai dapat
diklasifikasikan dalam berbagai cara,dilihat dari segi komposisi dan fungsi
keanggotaannya secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu partai masa dan
partai kader. Sedangkan dari segi sifat dan orientasi partai juga dibagi dalam
dua jenis yaitu partai lindungan dan partai ideologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar