Bismillaahir Rahmaanir Rahiim
NASAB SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI
Sultan Auliya Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani Al-Hasani adalah Syaikh
MuhyIddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abu Saleh Jinki Dusat bin
Abdullah bin Yahya Az-Zahid bin Dawud bin Musa Ats-Tsani bin Abdullah
Ats-Tsani bin Musa Al-Juun bin Abdullah Al-Mahdi bin Hasan Al-Mutsana
bin Imam Hasan As-Sibth bin Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dan
Fathimah binti Rasulillah Saw.
KELUARGA SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI
Beliau adalah cucu dari Syaikh Abdullah Ash-Shauma’i pemimpin para
Zuhad (asketis) dan salah seorang Syaikh kota Jilan serta yang di
anugerahi berbagai karamah. Syaikh Abu Abdullah Muhammad Al-Qazwaini
berkata,”Syaikh Abdullah Ash-Shauma’i
adalah seseorang yang mustajab doanya. Apabila dia marah maka Allah Swt
akan segera menghancurkan yang dimurkainya dan apabila dia menyenangi
sesuatu maka Allah Swt menjadikan sesuatu tersebut sesuai yang di
kehendakinya.” di balik kerapuhan badan kerentaan usianya, beliau
masih konsistennya melaksanakan amalan sunah dan berzikir.
kekhusyu’annya dapat dirasakan oleh semua orang, sangat sabar dalam
kekonsistenannya dan sangat menjaga waktunya. Beliau sering mengabarkan
tentang sesuatu yang belum terjadi dan kemudian terjadi seperti yang
beliau kabarkan.
Seorang sahabat Syaikh Muhammad bin Yahya At-Tadafi
meriwayatkan,”Suatu saat ketika kami sedang melakukan perjalanan Niaga,
segerombolan perampok menyerang kami di padang pasir Samarkhan, saat itu
ada yang berteriak memanggil Syaikh Abdullah Ash-Shauma’i dan
berikutnya beliau muncul di tengah-tengah kami seraya mengucapkan “Subbuhul Quddus menjauhlah dari kami”.
Gerombolan perampok itu tercerai berai. Setelah selamat dari serangan
itu kami mancari sang Syaikh dan tidak menemukannya, dia raib begitu
saja. Setibanya kami di Jilan, kami menceritakan hal tersebut kepada
orang-orang dan mereka berkata,”Demi Allah, sang Syaikh tidak pernah hilang dari tengah kami.”
Ibu beliau adalah Fathimah binti Syaikh Abdullah Ash-Shauma’i, meriwayatkan,”Setelah
lahir Anakku Abdur Qodir Jilani tidak mau menyusu pada bulan Ramadhan.
oleh karena itu, jika orang-orang tidak dapat melihat Hilal penentuan
bulan Ramadhan, mereka mendatangiku dan menanyakan hal tersebut
kepadaku. Jika aku menjawab, Hari ini anakku tidak menyusu maka
orang-orang di Jilan telah mengerti bahwa bulan ramadhan telah tiba.
Bahwa beliau bayi yang tidak menyusu pada bulan ramadhan adalah sesuatu
yang Masyhur di Jilan.”
Diriwayatkan bahwa saat mengandung beliau usia ibunya 60 tahun. Ada
yang menyatakan bahwa tidak ada perempuan yang hamil pada usia 60 tahun
kecuali wanita Quraisy dan tidak ada wanita yang dapat hamil pada usia
50 tahun kecuali wanita Quraisy.
Syaikh Abdul Qodir Jilani QsA, tetap berada dalam pengasuhan
orang-tuanya hingga mencapai usia 18 tahun. Saat itulah, bertepatan
dengan meninggalnya Syaikh At-Tamimi (488 H), beliau pergi ke Baghdad.
Waktu itu yang berkuasa adalah sultan Al-Mustadzhir Billah Abu abbas
Ahmad bin Al-Muqtadi bin Amrillah Abul Qosim Abdullah Al-Abbas.
Syaikh Taqiyuddin Muhammad Al-Waidz Al-Lubnani dalam kitabnya
Al-Mausum bi Raudhah al-abrar wa Mahasin al-Akhyar meriwayatkan ketika
Syaikh Abdul Qodir Jilani hendak memasuki kota baghdad, beliau menjumpai
Khidr as. berdiri di depan pintu, menghalanginya masuk kota dan
berkata,”Aku tidak memiliki perintah yang memperbolehkan mu memasuki
baghdad hingga 7 tahun ke depan.” Syaikh Abdul Qodir Jilani yang ketika
itu berusia 18 thun, akhirnya bermukim di tepian Baghdad dan hidup dari
sisa-sisa makana selama 7 tahun. Hingga pada suatu malam ditengah hujan
deras, sebuah suara berkata kepadanya,”Abdul Qodir”, masuklah ke
Baghdad. Beliaupun memasuki Baghdad dan menuju ke Mushalla Syaikh Hamad
bin Muslim Ad-Dabbas. Sebelum beliau tiba Syaikh Hamad memerintahkan
murid-muridnya untuk mematikan lampu dan menutup semua pintu.
Ketika tiba dan mendapati pintu tertutup serta lampu sudah dimatikan,
Syaikh Abdul Qodir Jilani duduk di depan pintu dan tertidur lalu
bermimpi basah. Bangun dari tidurnya beliau langsung mandi besar lalu
kembali tidur dan kembali bermimpi. Beliau kemudian bangun dan besar.
Hal tersebut terus berulang sebanyak 17 kali.
Saat subuh tiba, pintu dibuka dan masuklah Syaikh Abdul Qodir, Syaikh
Hamad bangkit menyambutnya ,memeluknya dan menangis sambil
berkata,”Anakku Abdul Qodir, saat ini negeri ini milik kami dan besok
akan menjadi milikmu. Apabila engkau berkuasa kelak berlaku adillah
terhadap orang tua ini.
Diriwayatkan oleh Syaikh I.Nurrudin Abu Hasan Alibin Yusuf bin Jarir
bin Ma’dhad bin Fadl Asy-Syafi’i Al-Lakhmi, pengarang kitab Bajat
Al-Asrar,” Wahai yang kedatangannya merupakan awal dari kebahagiaan bagi
negeri yang kelak menjadi tempat tinggalnya (Baghdad), diikuti awan
Rahmat yang menutupi seluruh daerahnya, berlipat ganda hidayahnya di
dalamnya sehingga para Wali Abdal dan Awtadnya kembali bersinar,
utusan-utusan berdatangan mengucapkan Selamat sehingga setiap hari di
dalamnya merupakan hari besar.
Oleh:
Asy-Syaikh As-Sayyid KH. Shohibul Faroji Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini
(Mursyid Thariqah Qadiriyyah Wali Songo / Thariqah Wali Songo)
Asy-Syaikh As-Sayyid KH. Shohibul Faroji Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini
(Mursyid Thariqah Qadiriyyah Wali Songo / Thariqah Wali Songo)
Sumber Data:
1. Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
2. Mausu’ah Ansab Ahlulbait
1. Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
2. Mausu’ah Ansab Ahlulbait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar