YA ALLAH, TUMBUHKANLAH DALAM DIRI DAN HATI KAMI INI, RASA CINTA KEPADA-MU SERTA PARA NABI DAN RASUL-MU......

Rabu, 14 Maret 2012

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

NASAB SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI
Sultan Auliya Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani Al-Hasani adalah Syaikh MuhyIddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abu Saleh Jinki Dusat bin Abdullah bin Yahya Az-Zahid bin Dawud bin Musa Ats-Tsani bin Abdullah Ats-Tsani bin Musa Al-Juun bin Abdullah Al-Mahdi bin Hasan Al-Mutsana bin Imam Hasan As-Sibth bin Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dan Fathimah binti Rasulillah Saw.

KELUARGA SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI
Beliau adalah cucu dari Syaikh Abdullah Ash-Shauma’i pemimpin para Zuhad (asketis) dan salah seorang Syaikh kota Jilan serta yang di anugerahi berbagai karamah. Syaikh Abu Abdullah Muhammad Al-Qazwaini berkata,”Syaikh Abdullah Ash-Shauma’i adalah seseorang yang mustajab doanya. Apabila dia marah maka Allah Swt akan segera menghancurkan yang dimurkainya dan apabila dia menyenangi sesuatu maka Allah Swt menjadikan sesuatu tersebut sesuai yang di kehendakinya.” di balik kerapuhan badan kerentaan usianya, beliau masih konsistennya melaksanakan amalan sunah dan berzikir. kekhusyu’annya dapat dirasakan oleh semua orang, sangat sabar dalam kekonsistenannya dan sangat menjaga waktunya. Beliau sering mengabarkan tentang sesuatu yang belum terjadi dan kemudian terjadi seperti yang beliau kabarkan.

Seorang sahabat Syaikh Muhammad bin Yahya At-Tadafi meriwayatkan,”Suatu saat ketika kami sedang melakukan perjalanan Niaga, segerombolan perampok menyerang kami di padang pasir Samarkhan, saat itu ada yang berteriak memanggil Syaikh Abdullah Ash-Shauma’i dan berikutnya beliau muncul di tengah-tengah kami seraya mengucapkan “Subbuhul Quddus menjauhlah dari kami”. Gerombolan perampok itu tercerai berai. Setelah selamat dari serangan itu kami mancari sang Syaikh dan tidak menemukannya, dia raib begitu saja. Setibanya kami di Jilan, kami menceritakan hal tersebut kepada orang-orang dan mereka berkata,”Demi Allah, sang Syaikh tidak pernah hilang dari tengah kami.”

Ibu beliau adalah Fathimah binti Syaikh Abdullah Ash-Shauma’i, meriwayatkan,”Setelah lahir Anakku Abdur Qodir Jilani tidak mau menyusu pada bulan Ramadhan. oleh karena itu, jika orang-orang tidak dapat melihat Hilal penentuan bulan Ramadhan, mereka mendatangiku dan menanyakan hal tersebut kepadaku. Jika aku menjawab, Hari ini anakku tidak menyusu maka orang-orang di Jilan telah mengerti bahwa bulan ramadhan telah tiba. Bahwa beliau bayi yang tidak menyusu pada bulan ramadhan adalah sesuatu yang Masyhur di Jilan.”

Diriwayatkan bahwa saat mengandung beliau usia ibunya 60 tahun. Ada yang menyatakan bahwa tidak ada perempuan yang hamil pada usia 60 tahun kecuali wanita Quraisy dan tidak ada wanita yang dapat hamil pada usia 50 tahun kecuali wanita Quraisy.

Syaikh Abdul Qodir Jilani QsA, tetap berada dalam pengasuhan orang-tuanya hingga mencapai usia 18 tahun. Saat itulah, bertepatan dengan meninggalnya Syaikh At-Tamimi (488 H), beliau pergi ke Baghdad. Waktu itu yang berkuasa adalah sultan Al-Mustadzhir Billah Abu abbas Ahmad bin Al-Muqtadi bin Amrillah Abul Qosim Abdullah Al-Abbas.

Syaikh Taqiyuddin Muhammad Al-Waidz Al-Lubnani dalam kitabnya Al-Mausum bi Raudhah al-abrar wa Mahasin al-Akhyar meriwayatkan ketika Syaikh Abdul Qodir Jilani hendak memasuki kota baghdad, beliau menjumpai Khidr as. berdiri di depan pintu, menghalanginya masuk kota dan berkata,”Aku tidak memiliki perintah yang memperbolehkan mu memasuki baghdad hingga 7 tahun ke depan.” Syaikh Abdul Qodir Jilani yang ketika itu berusia 18 thun, akhirnya bermukim di tepian Baghdad dan hidup dari sisa-sisa makana selama 7 tahun. Hingga pada suatu malam ditengah hujan deras, sebuah suara berkata kepadanya,”Abdul Qodir”, masuklah ke Baghdad. Beliaupun memasuki Baghdad dan menuju ke Mushalla Syaikh Hamad bin Muslim Ad-Dabbas. Sebelum beliau tiba Syaikh Hamad memerintahkan murid-muridnya untuk mematikan lampu dan menutup semua pintu.

Ketika tiba dan mendapati pintu tertutup serta lampu sudah dimatikan, Syaikh Abdul Qodir Jilani duduk di depan pintu dan tertidur lalu bermimpi basah. Bangun dari tidurnya beliau langsung mandi besar lalu kembali tidur dan kembali bermimpi. Beliau kemudian bangun dan besar. Hal tersebut terus berulang sebanyak 17 kali.

Saat subuh tiba, pintu dibuka dan masuklah Syaikh Abdul Qodir, Syaikh Hamad bangkit menyambutnya ,memeluknya dan menangis sambil berkata,”Anakku Abdul Qodir, saat ini negeri ini milik kami dan besok akan menjadi milikmu. Apabila engkau berkuasa kelak berlaku adillah terhadap orang tua ini.
Diriwayatkan oleh Syaikh I.Nurrudin Abu Hasan Alibin Yusuf bin Jarir bin Ma’dhad bin Fadl Asy-Syafi’i Al-Lakhmi, pengarang kitab Bajat Al-Asrar,” Wahai yang kedatangannya merupakan awal dari kebahagiaan bagi negeri yang kelak menjadi tempat tinggalnya (Baghdad), diikuti awan Rahmat yang menutupi seluruh daerahnya, berlipat ganda hidayahnya di dalamnya sehingga para Wali Abdal dan Awtadnya kembali bersinar, utusan-utusan berdatangan mengucapkan Selamat sehingga setiap hari di dalamnya merupakan hari besar.

Oleh:
Asy-Syaikh As-Sayyid KH. Shohibul Faroji Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini
(Mursyid Thariqah Qadiriyyah Wali Songo / Thariqah Wali Songo)
 
Sumber Data:
1. Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
2. Mausu’ah Ansab Ahlulbait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar