Sistem Demokrasi
Ada beberapa macam system demokrasi pemerintahanan yang dipraktikan didalam penyelenggaraan pemerintah. Dalam pelaksanaannya, ada perbedaan antara satu Negara dengan Negara lainnya. Perbedaan itu terjadi karena setiap Negara menyesuaikan demokrasi itu dengan social budaya dalam masyarakatnya. Namun, semua konsep menggunakan istilah demokrasi yang menurut asal katanya berarti rakyat berkuasa atau govermentof rule by the people, dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
1. Atas dasar penyaluran kehendak rakyat
Menurut penyaluran kehendak rakyat demokrasi dibedakan seperti berikut ini.
a. Demokrasi langsung
Demokrasi langsung berarti paham demokrasi yang mengikut sertakan setiap warga negaranya dalam permusyawarahan untuk menentukan kebijakan umum Negara atau undang- undang.
b. Demokrasi tidak langsung
Demokrasi tidak langsung berarti peham demokrasi yang dilaksanakan melalui sistemperwakilan.penerapan system demokrasi ini berkaitan dengan kenyataan suatu Negara yang jumlah penduduknya semakin banyak, wilayahnya semakin luas, dan permasalahan yang dihadapi semakin rumit dan kompleks.
2. Atas dasar prinsip ideology
Atas dasar paham ini ada dua bentuk demokrasi yang berdasarkan pada ideology, yakni;
a. Demokrasi konsttusional (demokrasi liberal)
Demokrasi konsttusional adalah demokrasi yang didasarkan pada kebebasan atau individualism. Cirri khas dari demokrasi konstitusional adalahkekuasaan pemerintahnya terbatas da tidak diperkenankan banyak ikut campur tangan dan bertindak sewenang- wenang terhadap warganya. Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi.
Menurut M. Carter dan Jhon Herz, suatu Negara dinyatakan sebagai Negara demokrasi apabila:
1. Yang memerintah dalam Negara tersebut adalah rakyat, dan
2. Bentuk pemerintahannya terbatas
Bila suatu lingkungan dilindungi oleh konvensi dari campur tangan pemerintah atau hokum, maka rejim ini disebut liberal.
b. Demokrasi rakyat
Demokrasi rakyat disebut juga demokrasi proletar yang berhaluan marxisme- komunisme. Demokrasi rakyat mencita- citakan kehidupan yang tidak mengenal kelas social manusia dibebaskan dari keterkaitannya kepada kepemilikan pribadi tanpa ada penindasan serta paksaan. Akan tetapi, untuk mencapai masyarakat tersebut perlu dilakukan cara paksa atau kekerasan. Menurut kranenburg demokrasi rakyat lebih mendewakan pemimpinnya. Semenara menurut prof. Miriam budiardjo, komunis tidak merupaka system politik, akan tetapi juga mencerminkan gaya hidup yang berdasarkan nilai- nilai tertentu. Negara merupakan alat untuk mencapai komunisme. Kekerasan dipandang sebagai alat yang sah.
2.2. Sejarah demokrasi
Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk sederhana dari demokrasi telah ditemukan sejak 4000 SM di Mesopotamia. Ketika itu, bangsa Sumeria memiliki beberapa negara kota yang independen. Di setiap negara kota tersebut para rakyat seringkali berkumpul untuk mendiskusikan suatu permasalahan dan keputusan pun diambil berdasarkan konsensus atau mufakat.
Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani membentuk sistem pemerintahan yang merupakan cikal bakal dari demokrasi modern. Yunani kala itu terdiri dari 1,500 negara kota (poleis) yang kecil dan independen. Negara kota tersebut memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda, ada yang oligarki, monarki, tirani dan juga demokrasi. Diantaranya terdapat Athena, negara kota yang mencoba sebuah model pemerintahan yang baru masa itu yaitu demokrasi langsung. Penggagas dari demokrasi tersebut pertama kali adalah Solon, seorang penyair dan negarawan. Paket pembaruan konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM menjadi dasar bagi demokrasi di Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan. Demokrasi baru dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes, seorang bangsawan Athena. Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam pemerintahan sebaliknya setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan mengeluarkan pendapat dan memilih kebijakan. Namun dari sekitar 150,000 penduduk Athena, hanya seperlimanya yang dapat menjadi rakyat dan menyuarakan pendapat mereka.
Demokrasi ini kemudian dicontoh oleh bangsa Romawi pada 510 SM hingga 27 SM. Sistem demokrasi yang dipakai adalah demokrasi perwakilan dimana terdapat beberapa perwakilan dari bangsawan di Senat dan perwakilan dari rakyat biasa di Majelis.
2.3 Asas pokok demokrasi
Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial. Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:
- Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan
- Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.
2.4 Pengertian Demokrasi
Pengertian demokrasi secara harfiah identik dengan makna kedaulatan rakyat yang berarti pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah (pemerintahan rakyat). Filosof J.J Rousseau sebgaiamana dikutip Ray Rangkuti berpendapat :
Demokrasi perwakilan pada hakekatnya bukanlah demokrasi karena lebih banyak memuaskan keinginan segelintir orang (willof the few) dilegislatif ketimbang keinginana rakyat sebagai kehendak umum (general will). Dengan demikian demokrasi langsung satu-satunya demokrasi yang tepat (benar).
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Demokrasi sendiri secara etimologis (tinjauan bahasa) terdiri dari dua kata berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat (penduduk suatu tempat) dan “cratien”atau “cratos” yang berarti kekuasaan (kedaulatan). Jadi secara bahasa Indonesia adalah keadaan negara dimana sistem pemerintahannya kedaulatan berada ditangan rakyat, kekuasaan tertinggi bersama dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Menyikapi hal ini Sri Soemantri mengutip pendapat E.Barker mengatakan :
Dilihat dari kata-katanya demokrasi adalah pemerintahan rakyat, yang kemudian diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Meskipun kelihatan sederhana, akan tetapi sampai sekarang adalah sukar untuk memberikan batasan yang dapat diteriam semua pihak. Hal ini disebabkan pengertian demokrasi tersebut telah dan akan mengalami perkembangan.
Apa yang dikatakan tersebut tidak terbantahakan lagi, karena makna demokrasi memang mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan ketatanegaraan bergantung pada sudut pandang, fungsi, dan istilah yang digunakan.
Demokrasi secara etimologis (istilah), sebagaimana dikemukakan Joseph A Schemeter :
Demokrasi meruoakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetetif atas suara rakyat.
Affan Ghaffar, memakai demokrasi dalam dua bentuk yaitu:Pertama, pemaknaan secara normatif (demokrasi normatif) yaitu demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah negara. Kedua, demokrasi empirik yaitu demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis.
Jika demokrasi dikaitkan dengan organisasi negara Affan Ghaffar mengatakan :
Dari sudut organisasi, demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.
Ranney sebagaimana dikutip Bryan D. Jones dalam bukunya Goverming Buildings and Building Government (1985:5) mengatakan bahwa demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang diorganisasi sesuai dengan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat, persamaan politik, musyawarah rakyat dan kekuasaan mayoritas.
Dengan demikian makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian, bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat. Dengan kata lain bahwa, negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat.
Berdasarkan uraian di atas maka hakekat demokrasi (kedaulatan rakyat) sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Adapun kekuasaan di tangan rakyat mengandung tiga pengertian, yaitu:
Pemerintah dari rakyat (government of the people);
Pemerintah oleh rakyat (government by people); dan
Pemerintah untuk rakyat (government for people).
Setidaknya ada tiga nilai ideal (ciri-ciri) yang mendukung demokrasi sebagai suatu gagasan kehidupan yaitu kemerdekaan (freedom), persamaan (equality) dan keadilan(justice). Ide-ide tersebut direalisasikan melalui perwujudan simbol-simbol dan hakekat dari nilai-nilai dasar demokrasiyaitu sungguh-sungguh mewakili atau diangkat dari kenyataan hidup yang sepadan dengan nilai-nilai itu sendiri.
Sementara itu menurut Keith Graham, demorasi memiliki standar baku yaitu, persamaan, kebebasan, dan kerakyatan (egalitarian). Dengan standar baku itu, maka penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia adalah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari demokrasi, karena penegakan hukum berkonotasi sebagai upaya untuk mencapai persamaan hak dan kewajiban warga negara, sementara perlindungan hak asasi manusia adalah aksi untuk menjamin kebebasan warga negara dalam dan melaksanakan kewajiban dan memperoleh hak yang dimilikinya.
Menyimpulkan dari deskripsi di atas jelaslah bahwa pada dasarnya demokrasi, penegakan hukum, dan perlindungan hak asasi manusia merupakan tri tunggal yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa demokrasi, hukum akan terlantar dan hak asassi manusia akan terabaikan. Oleh sebab itu dimensi politik dari upaya penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia, adalah identik dengan upaya untuk mendemokratikkan kehidupan politik itu sendiri.
Hampir tak ada sisitem politik ketatanegaraan yang bersedia menerima cap tidak demokratis, sehingga melakukan upaya mendemokraktikkan suatu kehidupan politik ketatanegaraannya. Mendemokratikkan suatu kehidupan politik ketatanegaraan hakekatnya adalah menciptakan suatu sistem pemerintah yang demokratis. Hal ini sama artinya dengan membangun pemerintahan yang mampu mengakomodasikan nilai-nilai dan makna yang terkandung dalam demokrasi.
Menurut Moh. Mahfud MD, ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas fundamental; kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya.
2.5 Unsur-Unsur Demokrasi
Ahli lain Robert A. Dahl, menyebut adanya 8 unsur demokrasi yaitu:
a) Kebebasan membentuk dan kerjasama organisasi
b) Kebebasan berekspresi
c) Hak memilih
d) Diperkenankan adanya jabatan public
e) Memimpin politik untuk turut sertra untuk mendukung dan pemungutan suara
f) Sumber-sumber alternative informasi
g) Pilihan bebas dan adil
h) Lembaga-lembaga pembuat keputusan pemerintah bertanggung jawab pemilih dan ekspresi pilihan.
Menurut Amin Rais menambahkan criteria lain sebagai parameter demokrasi yaitu:
a) Adanya partisipasi dalam membuat keputusan
b) Distribusi pendapatan secara adil
c) Kesempatan memperoleh pendidikan
d) Ketersedian dan keterbukaan informasi
e) Mengindahkan fatsoen politik
f) Kebebasan individu
g) Semangat kerjasama
h) Hak untuk protes
Menurut R. William Liddle mengatakan bahwa suatu system pemerintah demokratis, efektif dan stabil mengandung 4 ciri:
· pertama, partai-partai politik yaitu:
a) Melalui pemilu memilih pejabat yang secara formal dan informal bertanggung jawab atas policy kenegaraan
b) Bersifat bebas dari interfensi dari pihak lain
c) Mempunyai dukungan luas dari masyarakat
d) Mengandalkan kepemimpinan yang dipercayai oleh anggotanya dan mampu memimpin Negara
· Kedua, persetujuan umum consensus mengenai:
a) Aturan main politik, baik formal maupun informal yang menyangkut proses pengambilan keputusan
b) Consensus mengenai nilai-nilai ekonomi, social, dan budaya yang ingin dicapai/ dipertahankan masyarakat
· Ketiga, lembaga eksekutih yang menentukan (domain) dalam proses pengambilan keputusan ke pemerintahan
· Keempat, birokrasi Negara yang mampu melaksanakan kebijakanpemerintahan.
Sementara Jan Linz dalam buknya clevages ideologies party system, Mengatakan :
Suatu pemerinthan itu dapat disebut demokrasi apabila ia memberikankesempatan onstutisiona yang teratur bagi suatu persaingan damai untuk memperoleh kekuasaan poitik untuk berbagai keompok yang berbeda , tanpa menyisihkan bagian penting dari penduduk maupun dengan kekerasan.
Sedangkan menurut Franz Magnis Suseno criteria Negara demokrasi adalah :
a. Negara terkait pada hokum
b. Control efektif terhadap pemerinta oleh rakyat
c. Pemilu yang bebas
d. Rinsip mayoritas
e. Adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.
Sedangka Affan Ghaffar menyebutkan sejumlah prasyarat untuk mengamati apakah sebuah poloticial order ( pemerintah) merupakan system yang demokratik atau tdak melalui ukuran yang berlaku secara universal di dalam melihat demokratis tidaknya suatu rezim pemerintahan ;
a. Akuntabilitas
b. Rotasi kekuatan
c. Rekrutmen politik
d. Pemiliha umum
e. Adanya pengakuan dan perlidugan hak-hak dasar.
Senada denagn itu R.A. Dahl sebagaimana dikutip Andreas Bintoro Dewanto, menjelaskan;
Rezim-rezim demokratis modern itu di bedakan leh kekerasa, legalitas, legitimasi berbaai organisasi dan himpunan yang relative bebas salam hubngannya denagn pemerintahan dan denagn dirinya satu sama lain.
Menyimpulkan dari criteria yang menjadi parlementer apakah yang menjadi suatu Negara (system pemerintahan Negara) demokratis maka ada tiga parlementer penting yaitu ;
a) Masalah pembentuakan Negara. Kita percaya bahwa proses pembentuakan kekuasaan akan sangat menentukan bagaimana kualitas , watak dan pla hubungan yang akan terbangun.
b) Dasar kekuasaan Negara. Masalah ini menyangkut konsep kekuasaa , pertanggungjawaban langsug kepada rakyat dan susunan kekuasaan Negara yang dijalankan secara distributive.
c) Masalh control rakyat. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan melakukan check and balance terhadap kekuasaan yang di jalankan oleh ekssekutif dan legislative.
Menciptakan kehidupan demokrasi dalam kehidupa berbagsa dan benegara tidaklah seperti bintang jatuh . demokrasi hanya dapat tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat , berkbangsa dan benegara apabila ada usaha nyata setiap warga dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu mind set ( kerngka fikir) dan setting aocial ( rancnagn masyarakat) . bentuk konkret dari manifestasi tersebuta adalah di jadikannya demokrasi sebagai way of life ( pandanagan hidup ) dalam seluk beluk sendi kehidupan bernegar baik oleh rakyat ( masyarakat) maupun oleh pemerintah.
Menyikapi kondisi demikian Nurcholis Madjid beromentar ;
Demokrasi bukanlah kata benda , tetapi lebih merupakan kata kerja yang mengandung makna sebagai(keadaban) daam benegara dan bermasyrakat.
2.6 Ciri-ciri Pemerintahan Demokratis
Pemilihan umum secara lansung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik. Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemeintahan demokrasi adalah sebagai berikut:
1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak lanngsung (perwakilan).
2. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
3. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
4. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum.
5. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
6. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
7. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
8. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintah serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
9. Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragaman (suku, agama, golongan, dan sebagainya).
2.7 Budaya Demokrasi
Dalam tahun-tahun belakangan ini demokrasi telah mengalami kemajuan yang pesat di dunia. Banyak negara telah memulai suatu proses demokratisasi seperti di Eropa Timur, Afrika, Amerika Latin, dan di Asia termasuk Indonesia. Dengan demikian memunculkan harapan akan dunia yang lebih baik bahwa demokrasi tidak hanya akan meningkatkan kebebasan politik dan hak asasi, tetapi akan membawa kepada pembangunan ekonomi yang lebih cepat. Selanjutnya, pembangunan akan meningkatkan kesejahteraan dan hubungan internasional yang bercirikan kerjasama dunia yang saling menghormati serta saling pengertian.
Bentuk pemerintahan demokrasi telah mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan teknologi dan budaya masyarakatnya. Menurut paham demokrasi kuno (zaman Yunani kuno) bentuk pemerintahan yang kekuasaannya terletak pada sekelompok orang yang dianggap penting dalam masyarakat disebabkan oleh pendidikan, kekayaan, dan keturunan. Dalam demokrasi modern memiliki ciri khusus mengakui pendapat rakyat dalam suatu pemerintahan. Wakil-wakil rakyat yang duduk dalam parlemen (DPR) dipilih melalui pemilu secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Karena itu paham demokrasi modern sering disebut sebagai demokrasi perwakilan.
Meskipun banyak negara mengaku sebagai negara demokrasi dan turut mengkampanyekan demokrasi, tetapi belum tentu mereka menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dengan baik dan benar. Beberapa sumber menyebutkan bahwa prinsip-prinsip demokrasi yang merupakan dasar untuk menjalankan negara demokrasi sebagai berikut;
1. Jaminan hak asasi. Setiap orang memiliki hak dasar yang melekat pada diri manusia sejak lahir yang sering disebut hak asasi manusia. Hak ini merupakan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa dan tidak seorangpun boleh mengambil atau merampasnya. Oleh karena itu negara menjamin penuh asasi setiap warga berdasarkan hukum yang berlaku.
2. Persamaan kedudukan di depan hukum. Perlakuan yang sama ini penting agar tidak terjadi suatu tindakan diskriminasi dan tidak adil. Siapa pun warga negara yang melanggar hukum, harus mendapat sanksi hukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Demikian juga sebaliknya bagi yang tidak melanggar hukum harus bebas atau terhindar dari sanksi hukum. Siapa pun mereka, apakah orang kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa.
3. Pengakuan terhadap hak-hak politik, seperti berkumpul dan beroposisi, bebas berserikat dan mengeluarkan pendapat. Berserikat atau berorganisasi dan mengeluarkan pendapat merupakan hak warga negara yang dijamin pemerintah sebagai wujud dari pemerintahan yang demokratis.
4. Pengawasan (kontrol) dari rakyat terhadap pemerintah. Dengan demikian, dapat menjadi sarana yang baik untuk mengontrol atau mengawasi pemerintah.
5. Pemerintahan berdasar konstitusi. Dalam melaksanakan pemerintahannya, kekuasaan harus dibatasi konstitusi atau UUD agar pemerintah tidak menyalahgunakan kekuasaan dengan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya.
6. Pemerintah membiarkan tindakan-tindakannya dinilai. Saran tau kritik rakyat dijasikan sebagai penilaian bagi kinerja pemerintah sehingga jalannya pemerintahan dapat berjalan dengan baik, demokratis, dan sesuai dengan konstitusi yang ada. Pers atau media massa sebagai alat penyalur aspirasi.
7. Pemilihan umum yang bebas, jujur dan adil. Pejabat-pejabat hasil pemilihan umum harus terpilih secara bebas dari tekanan, jujur dan adil untuk memastikan sistem demokrasi berjalan baik.
8. Adanya kedaulatan rakyat.
Beberapa tipe demokrasi modern antara lain sebagai berikut;
1. Budaya demokrasi dengan sistem parlementer, yaitu kekuasaan legislatif dipegang oleh parlemen (DPR) yang mempunyai kedudukan kuat dibanding dengan kekuasaan eksekutif. Para menteri dalam bertugas memiliki tanggung jawab kepada parlemen (DPR) dan jatuh bangunnya kabinet sangat bergantung pada kepercayaan yang diberikan oleh parlemen (DPR). Mosi tidak percaya dapat menjatuhkan kabinet atau menteri-menteri.
2. Budaya demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan, yaitu lembaga eksekutif sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan yang tidak dapat dijalankan oleh parlemen (DPR) sehingga tidak terjadi krisis kabinet.
3. Budaya demokrasi dengan sistem referendum, yaitu tugas badan legislatif berada dalam pengawasan langsung oleh rakyat. Referendum terdiri dari dua macam, antara lain sebagai berikut;
a. Referendum obligatoire. Setiap pembuatan UUD atau UU oleh badan legislatif berlaku apabila mendapat persetujuan dari rakyat secara langsung.
b. Referendum fakultatif. Legislatif langsung dapat membuat UU yang dianggap kurang penting tanpa persetujuan dari rakyat terlebih dahulu. Akan tetapi apabila sewaktu-waktu rakyat merasa dirugikan dengan adanya UU tersebut dan tidak menyetujuinya maka diadakan referndum (persetujuan dari rakyat).
Prinsip-prinsip Budaya Demokrasi secara Universal
Setelah perang Dunia II, tampak adanya gejala secara formal bahwa demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negara-negara di dunia. Menurut hasil penelitian suatu lembaga PBB, yaitu UNESCO, pada tahun 1949 mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi dinyatakan sebagai norma yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh penduduk-penduduk yang berpengaruh. Hal itu menunjukkan bahwa demokrasi telah mewarnai berbgai kehidupan sosial politik masyarakat di dunia. Namun pelaksanaannya anatra bangsa yang satu dengan yang lainnya berbeda, meskipun sumber demokrasi itu sama. Hal itu terjadi karena demokrasi yang dilaksanakan oleh suatu bangsa, disesuaikan dengan kepribadian dan pandangan hidup bangsanya sendiri.
2.8 Sejarah Perkembangan Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia
1. Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Haruslah diakui, bahwa kehidupan bangsa Indonesia sejak berabad-abad tak dapat dihindarkan telah mempengaruhi asas demokrasi yang di anut di Undang-Undang Dasar 1945 sehingga demokrasi yang harus dipraktekkan di Indonesia mempunyai cocok khusus bila dibandingkan demgam demokrasi-demokrasi yang hidup di negara-negara lain.Ke-khas-an demokrasi di Indonesia bila dilihat pada beberapa hal yang sifatnya cukup mendasar.
Pertama, sistem lembaga perwakilan rakyat yang memiliki pola yang tidak jelas, unikameral, bikameral atau trikameral. Hal ini dengan adanya MPR sebagai lembaga negara. Dalam konteks ketatanegaraan secara keberadaan MPR ini tidak dikenal . Hal ini berimplikasi pada pola hubungan lembaga legislasi dan lembaga eksekutif dalam fungsi dan kedudukan masing-masing serta hubungan dalam bidang perundang-undangan.
Kedua,aparatur demokrasi di tingkat pusat yang menjadi poros-poros kekuasaan tidak hanya terdiri dari tiga macam lembaga negara , tetapi terdiri dari empat lembaga negara yang yang memegang kekuasaan yaitu kekuasaan eksaminatif oleh BPK , kekuasaan legislatif oleh MPR , DPR dan DPD, kekuasaan eksekutif oleh presiden dan kekuasaan yudisial oleh MA dan MK . Selain itu juga terdapat satu lembaga bantu tugas dan fungsinya berkaitan dengan kekuasaan yudisial yaitu KY . Masing-masing lembaga tersebut berkedudukan sejajar dari indipenden. Dengan demikian demokrasi yang dikenal di Indonesia adalah bahwa tidak dianutnya asas trias politika dalam menciptakan poros-poros kekuasaannya tapi hubungan ketiganya lebih condong menganut teori penafsiran ala Amerika Serikat.
Ketiga, hubungan antara tiga poros kekuasaan tidak memakai model pemisahan tetapi model pembagian kekuasaan yang membuka kemungkinan saling mempengaruhi.
Dengan demikian, untuk mengetahui perkembangan demokrasi dari suatu negara-negara terlebih dahulu haruslah mengetahui Undang-Undang Dasar dan sejarah perkembangannya di negara tersebut, sebab pemakaian asas demokrasi di dalam suatu negara pastilah dicantumkan di dalam Undang-Undang Dasar itu, tak terkesuali di Indonesia.
2. Perkembangan dan Pelaksanaan Demokrasi pada masa UUD 1945
Menurut UUD 1945 , yang berdaulat itu dalah rakyat dan dilalkukan oleh MPR , sebagaimana yang ditentukan pasal 1 ayat (2) UUD 1945,. Karena MPR melakukan kedaulatan rakyat, oleh UUD 1945 ditetapkan pula beberapa tugas dan wewenangnya , diantaranya menetapkan UUD dan GBHN , memilih dan mengangkat presiden , dan mengubah UUD . MPR sebagai pemegang kedaulatan yang tertinggi dalam sistem ketatanegaraan , dengan jumlah anggota yang begitu banyak tidak dapat bersidang setiap hari oleh karenanya untuk melaksanakan tugas sehari diserahkan kepada presiden sebagai mandataris MPR. Presiden dalam mnyelenggarakan pemerintahan dibantu oleh Wakil Prtesiden dan menteri-menterinya.
Dengan demikian secara konstitusional , berdasarkan UUD 1945 Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil yang berati bahwa pemegang kendali dan penanggung jawab jalannya pemerintahan negara adalah presiden sedangkan para menteri hanyalah sebagai pembantu presiden.
Tetapi ternyata sistem pemerintahan presidensiil di Indonesia tersebut, bukanlah sistem presidensiil murni (pure presidensiil) tetapi sistem presidensiil semu (quasi presidensiil) . Hal ini dapat kita lihat bahwa presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR dan DPR tidak dapat menjatuhkan presiden , tetapi presiden bertanggung jawab kepada MPR .
Penyangkalan terhadap sistem pemerintahan presidensiil tidak saja sebagaimana terdapat dalam UUD itu sendiri , tetapi juga dalam praktek ketatanegaran. Pada kurun pertama berlakunya UUD 1945 (tanggal 18 Agustus 1945-27 desember 1949) telah terjadi perubahan praktek ketatanegaraan yaitu dari sistem quasi presidensiil menjadi sistem parlementer. Perubahan dalam praktek ini tanpa melakukan perubahan terhadap UUD 1945 , sehingga terjadi perbedaan antara landasan konstitusional dengan praktek penyelenggaraannya. Perubahan praktek ketatanegaraan tersebut terjadi dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden X Tahun 1945 yang pada intinya adalah penyerahan kekuasaan legislatif kepada komite Nasional pusat sebelum DPR dan MPR dibentuk berdasarkan UUD 1945 yang berlaku.
Berkaitan dengan fenomena ketatanegaraan demikian, Inu Kencana Syafi’i berkomentar :
“Sejak sistem presidensiil beralih kepada sistem parlementer, walaupun tidak dikenal dalam UUD 1945 .Sistem itu berjalam hingga tanggal 27 Desember 1840 dan UUD 1945 sendiri tidak mengalami perubahab secra tekstual. Oleh karena itu perubahn sistem pemerintahan dan administrasi negara tersebut merupakan tindakan yang menyalahi UUD 1945”
Keinginan untuk membentuk pemerintahan yang demokratis dengan berbasis pada partisipasi masyarakat dilakuakan melalui Maklumat Pemerintahan tanggal 3 November 1947 tentang pembentukan partai-partai politik . Sehingga berlakulah sistem parlementer dengan multipartai.
3. Perkembangan dan Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Konstitusi RIS 1949
Praktek penyelenggaraan ketatanegaraan mengalSami perubahan yang sangat fundamental sejak berlakunya konstitusi RIS 1949 , yaitu setelah negara Republik Indonesia tidak lagi bernentuk negara kesatuan malainkan menjadi negara serikat 27 Desember 1949.
Konsekuensi dari bentuk negara serikat adalah pada sistem pemerintahan , yaitu dipergunakannya sistem pertanggung jawaban Menteri (Sistem Parlementer) . Artinya para menterilah sebagai penyelenggara pemerintahan negara dan mereka bertanggung jawab kepada parlemen . Ciri pokok sistem pemerintahan parlemen menurut konstitusi RIS menurut Wilopo adalah , bahwa pemerintah tak dapat dijatuhkan oleh parlemen dan parlemen tak dapat dibubarkan.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah dengan pelaksanakan demokrasi? Menurut Pasal 1 ayat (1) “Repunlik Indonesia Serikat yang merdeka danberdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi” selanjutnya dalam pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat “ Hal ini berarti bahwa ketiga lembaga negara tersebut yaitu pemerintah , DPR dan Senat adalah pemegang kedaulatan untuk membentuk undang-undang secara bersama-sama apabila:
1. Menyangkut hal-hal khusus
2. Mengenai satu atau beberapa atau semua daerah bagian atau bagiannya ataupun yang khusus mengenai hubungan antara RIS dan daerah-daerah.
Adapun undang-undang yang tidak termasuk hal tersebut pembentukannya cukup antara pemerintah dengan DPR.
Mekanisme pemilihan presiden dilakukan oleh orang-orang yang dikuasai oleh pemerintah bagian. Realisasi ketentuan tersebut pada tanggal 16 Desember 1949 dilakukan pemilihan Presiden RIS dan Ir.Soekarno terpilih dalam pemilu tersebut dan dilantik pada tanggal 17 Desember 1949. Sementara untuk mengisi kekosongan jabatan Presiden Negara RI diangkat Mr.Asaat.
Selain presiden dan DPR dalam konstitusi RIS terdapat senat yang merupakan wakil negara bagian/daerah bagian yang jum;ahnya 2 oarang untuk masing-masing negara/daerah bagian . Jadi Senat adalah suatu badan perwakilan negara bagian yang anggota-anggotanya ditunjuk oleh masing-,asing pemenrintah negara bagian masing-masing.
4. Perkembangan dan Pelaksanaan Demokrasi pada masa UUDS 1950
Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) merupakan konstitusi ketiga negara Republik Indonesia yang berlaku sah sejak tanggal 17 Agustus 1950 hingga tanggal 5 Juli 1959.
Sistem kenegaraan berdasarkan KRIS tidak berumur panjang, hanya 8 bulan yaitu dari tanggal 27 Desember 1949 hingga tanggal 17 Agustus 1950. Hal ini disebabkan isi konstitusi mengakar dari kehendak rakyat dan bukan pula merupakan keputusan politik dari rakyat Indonesia, akan tetapi merupakan rekayasa dari luar baik dari pihak Belanda maupun PBB.
Dalam kenyataannya sejak berdirinya KRIS, timbul suatu keinginan dari negara-negara bagian KRIS buatan Belanda yang merasa tidak cocok atas terbentuknya KRIS hasil KMB, dan ingin bergabung dengan negara bagian Republik Indonesia yang beribukota Jogjakarta. Pembubaran dan penggabungan negara-negara bagian itu dimungkinkan dalam pasal 43 dan pasal 49 Konstitusi KRlS.
Pada bulan April 1950 hanya tinggal beberapa bagian dari negara bagian Indonesia Timur dan Sumatera Timur saja yang belum bergabung dengan negara bagian Republik Indonesia (Jogjakarta).
Pada akhirnya tercapai suatu kesepakatan antara negara Republik Indonesia (Jogjakarta) dan negara RlS yang sekaligus mewakili negara bagian Indonesia Timur dan negara bagian Sumatera Timur, yang dalam waktu sesingkat-singkatnya bersama-sama mendirikan negara kesatuan.
Persetujuan mendidirkan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali tertuang dalam perjanjian 19 Mei 1950. untuk mewujudkan kemauan itu dibentuklah panitia yang bertugas membuat UUD yang baru pada tanggal 12 Agustus 1950. rancangan UUD tersebut oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat serta Senat RIS pada tanggal 14 Agustus 1950 disyahkan, dan dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
Mengenai bentuk negara diatur dalam alenia IV UUDS 1950 yang menentukan ”Maka kami menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik Kesatuan ...” demikian pula yang ditegaskan dalam pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang menentukan republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan.
Berdasarkan ketentuan tersebut terlihat bahwa bentuk negara menurut UUDS 1950 adalah negara kesatuan, yaitu negara bersusun tunggal artinya tidak ada negara dalam negara, seperti pada negara RIS. Sedangkan untuk melaksanakan kepanjang tangan pemerintah pusat serta pendelegasian wewenang, dilaksanakan disentralisasi.
Dalam pasal 131 Ayat (1) UUDS 1950 disebutkan:
Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi) dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistem pemerintahan negara.
Mengenai sistem pemerintahan menurut pasal 45 Ayat (1) dan (2) UUD 1950 menentukan ” Presiden ialah kepala negara dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh seorang wakil Presiden ”. Presiden dan wakill presiden tidak dapat diganggu gugat.
Pemerintahan adalah di tangan dewan menteri yang diketuai oleh seorang perdana menteri. Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijakan pemerintahan baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri kepada DPR.
Memperhatinkan sistem pemerintahan berdasarkan UUDS 1950 terlihat bahwa sistem pemerintahan berdasarkan UUDS 1950 adalah sistem parlementer. Tugas-tugas eksekutif dipertanggung-jawabkan kepada menteri-menteri baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Kepala negara sebagai pucuk pimpinan pemerintahan tidak dapat diganggu gugat, karena kepala dianggap tidak pernah bersalah (The King can do no wrong).
Lembaga-lembaga Negara UUDS menurut pasal 44, yaitu:
1) Presiden dan Wakil Presiden
2) menteri-menteri
3) Dewan Perwakilan Rakyat
4) Mahkamah Agung
5) Dewan Pengawasan Keuangan
Berdasarkan pasal 51 UUDS 1950 ”Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentukan kabinet presiden mengangkat seorang menjadi menteri dan mengangkat menteri-menteri yang lain. Menteri-menteri bertanggung-jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri. Sebagai kepala negara berdasarkan pasal 84, presiden berhak untuk membubarkan DPR. ”kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat mewakili seluruh rakyat indonesia dan terdiri sejumlah anggota yang besarnya ditetapkan berdasarkan atas perhitungan setiap 300.000 jiwa penduduk WNI mempunyai seorang wakil (Pasal 56 UUDS 1950). Dewan Perwakilan Rakyat dipilih untuk masa 4 tahun. Dan keanggotaan DPR tidak dapat dirangkap oleh lembaga lainnya, hal ini agar tidak tumpang tindih dalam pembagian kekuasaan. Seseorang anggota DPR yang merupakan dalam lembaga lainnya tidak boleh mempergunakan hak dan kewajiban sebagai anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan ganda. Dalam wewenangnya DPR berhak untuk mengajukan usul UU kepada pemerintah dan berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam usul UU yang diajukan oleh pemerintaha kepada DPR. Apabila akan mengusulkan UU maka mengirimkan usul itu untuk disahkan oleh pemerintah kepada presiden.
Kekuasaan yudikatif di jalankan oleh Mahkamah Agung dan Dewan Pengawasan Keuangan. MA adalah pengadila tertinggi (Pasal 105 Ayat 1 UUDS 1950). Sebagai lembaga yudikatif atau pengawas dari pelaksanaan UUDS, pengangkatan MA adalah untuk seumur hidup. MA dapat dipecat atau diberhentikan menurut cara adan ditentukan oleh UU (pasal 79 Ayat 3 UUDS 1950), selain itu diatur pada pasal yang sama namun ayat berbeda, yaitu ayat 4 ”MA dapat diberhentikan oleh presiden atas permintaan sendiri”. Selain sebagai pengawas atas perbuatan pengadilan-pengadilan yang lain. MA juga memberi nasehat kepada presiden dalam pemutusan pemberian hak grasi oleh presiden. Selain MA dalam lembaga yudikatif juga ada DPK (Dewan Pengawasan Keuangan). Pengangkatan anggota DPK seumur hidup, UU menetapkan ketua, wakil ketua dan anggotanya dapat diberhentikan apabila mencapai usia tertentu. DPK dapat diberhentikan oleh presiden atas permintaan sendiri.
UUDS menganut Demokrasi Liberal yang mengutamakan kebebasan individu.
Dalam kurun waktu berlakunya UUDS 1950 dari tanggal 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959, telah terjadi pergantian kabinet sebanyak 7 (tujuh) kali karena dijatuhkan DPR. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1950-1959 sistem Kabinet Parlementer tidak menjamin kestabilan pemerintah.
5. Perkembangan dan Pelaksanaan Demokrasi pada masa berlakunya kembali UUD 1945
Pada bulan Desember 1955 diadakan pemilu untuk memilih anggota konstituante, tahun 1954, dan pada tanggal 10 November 1956 di Bandung Konstituante diresmikan oleh presiden.
Konstituante yang dibentuk dari hasil pemilu, yang telah bersidang selama kurang lebih 2,5 tahun belum dapat menyelesaikan tugasnya membuat UUD. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pada tanggal 22 April 1959 atas nama pemerintah, presiden memberikan amanat di depan sidang pleno konstituante yang berisi anjuran agar konstituante menetapkan UUD 1945 sebagai UUD yang tetap bagi negara RI. Setelah diberikan tenggang waktu, konstituante belum juga mampu menyusun UUD.
Dengan demikian situasi di tanah air sedemikian rupa sehingga dikhawatirkan akan terjadi disentegrasi dan perpecahan. Sebagai tindak lanjutnya pada minggu tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 WIB, di istana negara presiden mengeluarkan dekrit, yang berisi:
(1) Pembubaran Konstituante
(2) Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950, dan
(3) Pembentukan MPRS yang terdiri atas DPR ditambah dengan utusan-utusan daerah dan golongan serta pembentukan DPA sementara.
Tujuan dikeluarkannya dekrit ini adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan menyelamatkan negara.
Dengan adanya dekrit presiden, terdapat berbagai reaksi dari banyak kalangan,yaitu:
(1) rakyat menyambut baik,sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik yang telah goyah selama masa liberal
(2) Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden
(3) KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan Dekrit Presiden
(4) DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk melaksanakan UUD 1945
Selain itu, terdapat pula dampak positif dan negatif dari adanya dekrit presiden, Yaitu:
a) dampak positif:
(1) meneyelamatkan negara dari perpecahan dan kritis poltik berkepanjangan,
(2) memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara,
(3) merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa demokrasi parlemen tertunda.
b) dampak negatif:
(1) ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen, UUD 1945 yang seharusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka,
(2) Memberi kekuasaan yang besar pada presiden, MPR dan lembaga tinggi negara. Hal ini terlihat pada masa demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai orde baru,
(3) Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. sejak dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru tetap terasa sampai sekarang.
6. Demokrasi Terpimpin
Walupun semenjak Dekrit 5 Juli 1959 dinyatakan kembali kepada UUD 1945, tetapi dalam praktek ketatanegaraan hingga tahun 1966 ternyata belum pernah melaksanakan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUD 1945. dengan kata lain terjadi beberapa penyimpangan dalam pelaksanaan demokrasi antara lain:
(1) Pelaksanaan demokrasi terpimpin, di mana presiden membentuk MPRS dan DPAS dengan Penpres No. 2 Tahun 1955 yang bertentangan sistem pemerintahan presidensil sebagaimana dalam UUD 1945,
(2) Penentuan masa jabatan presiden seumur hidup, hal ini tentunya bertentangan dengan pasal UUD yang menyebutkan bahwa masa jabatan presiden adalah 5 tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali,
(3) Berdirinya Partai Komunis Indonesia yang berhaluan atheisme, hal ini bertentangan dengan falsafah bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang pada sila pertama menyebutkan ”KeTuhanan Yang Maha Esa” artinya bahwa bangsa Indonesia harus mengakui adanya Tuhan.
Berdasarkan prinsip Demokrasi Terpimpin, musyawarah sebagai inti dari demokrasi ditujukan untuk mencapai mufakat, tetapi jika kata mufakat tidak dapat dipenuhi, maka musyawarah mengambil kebijaksanaan dengan menempuh jalan – bahwa persoalan itu diserahkan kepada pimpinan untuk mengambil kebijaksanaan dengan memperhatikan pendapat-pendapat yang bertentangan.
Presiden Soekarno ketika itu mengatakan bahawa kata ’terpimpin’ itu artinya dipimpin oleh seorang pemimpin atau panglima besar revolusi. Praktik sistem politik demokrasi terpimpin diwujudkan dalam kedudukan politik lembaga-lembaga negara. Menurut UUD 1945 presiden ada dibawah MPR, namun dalam kenyataan tunduk pada presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPR. Hal ini terlihat dari tindakan presiden lewat pengangkatan ketua MPR yang dirangkap wakil perdana menteri II dan pengangkatan wakil-wakil ketua MPR dari partai-partai besar (PNI dan NU) serta dari ABRI yang masing-masing diberi kedudukan sebagai menteriyang tidak memiliki departemen. Hal ini menggambarkan bahwa presiden bisa berbuat apa saja terhadap lembaga tertinggi negara tersebut.
Bukti lain tentang adanya demokrasi terpimpin yang berpusat pada presiden adalah pengangkatan presiden Soekarno menjadi presiden seumur hidup dalam sidang umum MPRS Tahun 1963. Sebelumnya, pada 1960. DPR hasil pemilu dibubarkan oleh presiden dan kedudukan presiden sebagai pemimpin besar revolusi, ialah mengusulkan prinsip Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis).
Berikut tugas dalam demokrasi terpimpin, yaitu demokrasi terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak stabil sebagai warisan masa demokrasi parlementer/liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Demokrasi terpimpin merupakan reaksi terhadap demokrasi parlementer/ liberal. Hal ini disebabkan karena:
(1) pada masa demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara.
(2) Sedangkan kekuasaan pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya adalah penataan kehidupan poltik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden).
Tahun 1965merupakan antiklimaks kekuasaan demokrasi terpimpin. Pada September 1965 terjadi peristiwa besar, yaitu terbunuhnya tujuh Jenderal TNI AD di Lubang Buaya Jakarta. Peristiwa ini dikenal sebagai Gerakan 30 September 1965 atau lebih dikenal G/30/S/PKI. Hal ini mengundang reaksi mahasiswa dan rakyat Indonesia yang menuntut Presiden Soekarno untuk mundur dari jabatannya. Kemudian lahirlah supersemar (surat perintah 11 maret 1966). Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden mengeluarkan Supersemar kepada Letjen Soeharto untuk mengambil langkah-langkah dan tindakan untuk mengamankan negara. Serta naik menjadi pucuk pimpinan negara Republik Indonesia Lahirnya Supersemar dianggap sebagai lahirnya Orde Baru.
Selain itu terdapat berbagai penyimpangan-penyimpangan pada masa demokrasi terpimpin, yaitu:
1) Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom
Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis).
Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa. Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden.
Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.
2) Adanya ajaran RESOPIM
3) Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.
Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.
Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu presiden.
4) Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatanyang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.
5) Penataan Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai.
Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.
Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.
6) Arah Politik Luar Negeri
Bahasan Umum: Pada awalnya, politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif sesuai yang mengabdi pada kepentingan nasional. Bebas berarti tidak memihak salah satu blok (barat/timur), sedangkan aktif berarti ikut memelihara perdamaian dunia. Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan politik luar negeri condong mendekati negara-negara blok timur dan konfrontasi terhadap negara-negara blok barat. Perubahan arah ini disebabkan oleh :
1. Faktor dalam negeri : dominasi PKI dalam kehidupan politik
2. Faktor luar negeri : sikap negara-negara Barat yang kurang simpati dan tidak mendukung terhadap perjuangan bangsa Indonesia.
7. Demokrasi Pancasila
Pelaksanaan demokrasi terpimpin yang berakhir dengan adanya kudeta G/30/S/PKI telah memporak-porandakan sendi-sendi demokrasi di Indonesia.
Menyikapi kondisi ketatanegaraan yang semerawut, memunculkan tuntutan rakyat yang dikenal dengan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat), yaitu:
a) Pelaksanaan kembali secara murni dan konsekuen UUD 1945 atas dukungan mahasiswa, TNI, dan rakyat,
b) Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), dan
c) Penurunan haraga barang.
Berangkat dari hal tersebut tampilan pemerintahan orde baru dengan konsep
Demokrasi Pancasila. Prinsip dari demokrasi pancasila tersebut adalah, bahwaa hakekat musyawarah untuk mufakat. Untuk mencapai keputusan berdasarkan mufakat yang dii’tikadkan untuk dilaksanakan secara jujur dan bertanggungjawab. Ciri demokrasi Pancasila:
3) adanya peran-peran kelompok kepentingan
6) Ide-ide yang paling baik akan diterima, bukan berdasarkan suara terbanyak.
Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945. Sebagai demokrasi pancasila terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945.
A. Adapun fungsi dari demokrasi pancasila, yaitu:
(1) menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara, contohnya:
a) ikut menyukseskan pemilu
b) ikut menyukseskan pembangunan
c) ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan
(3) Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional
(4) Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila
(6) Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab, contohnya:
b) Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
B. Prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
(2) Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
(3) Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR atau lainnya
(4) adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat
(6) Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (pasal 1 ayat 2 UUD 1945)
(8) Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
(10) Pemerintahan berdasarkan hukum, dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
C. Tujuh Sendi Pokok
Dalam sistem pemerintahan demokrasi pancasila terdapat tujuh sendi pokok yang menjadi landasan, yaitu:
(1) Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum.
Seluruh tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.
(2). Indonesia menganut sistem konstitsional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi, Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu:
(a) Menetapkan UUD;
(a) Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden
(b) Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN
(c) Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
(d) Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;
(4) Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
(5) Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislatif ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget. Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:
(a) Hak tanya/bertanya kepada pemerintah
(b) Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah
Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil.
Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.
Proses pembangunan sistem demokrasi pancasila ini ditandai dengan memperbaiki kondisi rakyat Indonesia. Pemerintahan Orde Baru mengedepankan ekonomi sebagai alat komunikasi dengan rakyat, merencanakan, dan melakukan program pembangunan ekonomi di segala bidang untuk memperbaiki keadaan bangsa Indonesia. Sampai pada tahun 1970-an, proses pembangunan di Indonesia masih berada dibawah koridor pancasila dan UUD 1945.
Namun demikian, perjalanan ketatanegaraan di bawah orde baru di akhir-akhir kekuasaannya telah melahirkan ketidak-seimbangan dan ketidakadilan kepada golongan wong cilik di berbagai bidang kehidupan berbangasa dan bernegara. Di bidang hukum, alih-alih membatasi kekuasaan, hukum justru digunakan untuk memupuk kekuasaan dan kekayaan pribadi. Dengan kata lain selama kurun waktu 1966-1998 telah melahirkan hukum yang deskriminatif, sementara KKN terus mewarnai kehidupan dalam bernegara. Hukum dimanipulasi menjadi hamba sahaya segelintir penguasa dan pengusaha, pemanipulasian ini terjadi karena presiden Soeharto menguasai nyaris semua kekuasaan negara. Di bidang politik, terjadi tirani mayoritas oleh salah satu partai politik, bahkan peran militer lebih dominan dibanding dengan peran sipil.akibatnya, demokrasi Pancasila menjadi bias dan kabur lagi.
Mengapa demikian? Persoalan utama dari negara hukum Indonesia terletak pada aturan dasar negara yaitu UUD 1945. konstitusi yang dipersiapkan dalam jangka waktu tidak kurang 20 hari kerja ini, adalah dokumen yang jauh dari sempurna untuk menjamin lahirnya negara hukum yang demokratis. MPR hadir sebagai parlemen super, yang mempunyai kekuasaan tak terbatas; presiden tidak hanya menjalankan kekuasaan pemerintahan, tetapi juga memegang kekuasaan membuat undang-undang perlindungan hak asasi manusia sangat minim.
Presiden Soeharto memanfaatkan betul kelemahan UUD 1945 itu. Dengan menguasai proses rekrutmen MPR, melalui rekayasa undang-undang susunan dan kedudukan parlemen. Tidak adanya forum dan mekanisme hukum untuk menginterptretasi aturan konstitusi, dan menguji peraturan perundangan terhadap konstitusi, menyebabkan kekuasaan nyata Soeharto semakin lepas kendali. Pada kenyataannya, interpretasi Soeharto atas konstitusilah yang berlaku. Salah satu akibatnya, proses suksesi presiden, sebagai syarat lahirnya kepemimpinan yang demokratis, tidak berjalan.
Melihat situasi yang dirasa semakin menjadi dengan hegemoni rezim tersebut memompa semangat kaum reformis untuk bangkit, sehingga menghasilkan pelengseran terhadap penguasa presiden Soeharto 21 Mei 1998 dari kekuasaannya selama 32 tahun. Yaitu dengan munculnya perlawanan rakyat melalui gerakan reformasi 21 Mei 1998 yang berhasil menurunkan Presiden Soeharto dari jabatan sebagai presiden RI.
2.9 Hubungan demokrasi dan pemilu
Ada satu parameter atau ukuran yang dapat dijadikan indikator bagi terlaksananya demokrasi pada suatu negara , yaitu penyelenggaraan pemilu dengan mengukur keikut sertaan warga negara dalam praktek demokrasi.
Kenyataan itu sesuai yang diyatakan oleh kusnardi dan harmaily ibrahim:
“pemilu adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil, karena dalam pelaksanaan hak asasi adalah suatu keharusan pemerintah untuk melaksakan pemilu. Sesuai azaz bahwa rakyatlah yang berdaulat maka semua itu dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Oleh karena itu pemilu adalah suatu adalah suatu syarat yang mutlak bagi negara demokrasi untuk melaksanakan kedaulatan rakyat.
Selain itu ada beberapa pendapat para pakar mengenai pemilu;
Ø Parulian donald
Pemilu memang bukanlah segala – galanya menyangkut demokrasi. Pemilu adalah sarana pelaksanaan asas demokrasi dan sendi sendi demokrasi bukan hanya terletak pada pemilu. Tetapi bagaimanapun pemilu memiliki arti yang sangat penting dalam proses dinamika negara.
Ø Tataq chidmad
Pada prinsipnya pemilu dalam ranah demokrasi lebih bermakna sebagai’;
Pertama: kegiatan partisipasi politik dalam menuju kesempurnaan oleh berbagai pihak .
Kedua: sistem perwakilan bukan partisipasi langsung dalam bahasa politik kepanjangan tangan dimana terjadi perwakilan penentuan akhir dalam memilih elit politik yang berhak duduk mewakili masyarakat
Ketiga: sirkulasi pada elit politik yang berujung pada perbaikan performance pelaksanaan eksekutifnya.
Memang banyak sekali pandangan para pakar dalam memberikan definisi pemilu yang bergantung dari mana sudut pandang mereka dalam melihatnya.solly lubis, memangdang pemilu dari segi ketatanegaraan merupakan salah satu jalan penting buat mengakhiri situasi temporer dalam ketatanegaraan, termasuk bidang perlengkapan negara. Konsekuensi logisnya , dengan berhasilnya pemilu , diharapkan badan – badan negara sebagai produk pemilu.
Mencermati praktek pemilu dalam sistem politik modern eep saefullah fatah membedakan pemilu dalam dua tipe , yaitu pemilu sebagai formalitas politik dan pemilu sebagai alat demokrasi. Sebagai formalitas politik, pemilu hanya dijadikan alat legistimasi pemerintahan nondemokratis. Sebaliknya sebagai alat demikrasi , pemilu dijalankan secara jujur, bersih, bebas, kompetitif dan adil.
Berdasarkan pendapat- pendapat para pakar tersebut maka jelaslah bahwa pada dasarnya dalam konsepsi pemilu merupakan manifestasi dari pada kedaulatan rakyat. Artinya kadar demokrasi suatu pemerintahan negara dapat diukur dari penyelenggaraan pemilu dinegara tersebut.
2.10 Perilaku Budaya Demokrasi dalam Kehidupan Sehari – hari Secara Umum
Budaya demokrasi Pancasila merupakan paham demokrasi yang berpedoman pada asas kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan yang berkeTuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang Adil dan Bearadab, berpersatuan Indonesia, dan Bersama – sama menjiwai keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Budaya Demokrasi pancasila mengakui adanya sifat kodrat manusia sebagao mahluk Individu dan mahluk social dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Rumusan sila keempat Pancasila sebagai dasar filsafat Negara dan dasar politik Negara yang didalamnya terkandung unsure kerakyatn, permusyawaratan, dan kedaulatan rakyat merupakan cita – cita kefilsafatan dari demokrasi Pancasila. Oleh sebab itu, Perilaku budaya demokrasi yang perlu dikembangkan dalam kehidupan sehari – hari adalah hal – hal berikut :
1. Menjunjung tinggi Persamaan
Budaya Demokrasi mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki persamaan Harkat dan derajat dari sumber yang sama sebagai mahluk ciptaan yang maha Esa. Oleh sebab itu , dalam kehidupan sehari – hari hendaknya kita mampu membuat dan bertindak untuk menghargai orang lain sebagai wujud kesadaran diri untuk menerima keberagaman dalam masyarakat . Menjunjung tinggi persamaan mengandung makna bahwa kita mau berbagi dan terbuka menerima perbedaan pendapat, keritik dan saran dari orang lain.
2. Menjaga Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban
Setiap manusia menerima fitrah Hak Asasi dari Tuhan Yang Maha Esa berupa hak hidup, hak kebebasan, dan hak memiliki sesuatu. Penerapan Hak – hak tersebut bukanlah sesuatu yang mutlak tanpa batas. Dalam kehidupan bermasyarakat, ada batas – bata s yang dihormati bersama berupa Hak – hak yang dimiliki orang lain sehingga batasan Norma yang berlaku dan dipatuhi. Untuk itu, dalam Upaya mewuudkan tatanan kehidupan sehari – hari yang bertanggung jawab terhadap tuhan , diri sendiri, dan orang lain perlu dengan sebaik – baiknya.
3. Membudayakan sikap yang Adil
Salah satu perbuatan mulia yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari – hari baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain adalah mampu bersikap bijak dan adil. Bijak dan Adil dalam makna yang sederhana adalah perbuatan yang benar – benar dilakukan dengan perhitungan, mawas diri, mau memahami yang dilakukan orang lain dan proporsional. Masyarakat kita perlu mengembangkan budaya bijak dan adil dalam rangka mewujudkan kehidupan yang saling menghormati harkat dan martabat orang lain, tidak diskrimiunatif, terbuka, dan menjaga persatuan dan kesatuan lingkungan masyarakat sekitar.
4. Membijaksanakan Musyawarah Mufakat dalam mengambil keputusan
Mengambil keputusan melalui musyawarah mufakat merupakan salah satu nilai dasar budaya bangsa Indonesia yang sejak lama telah di peraktikan masyarakat dalam kehidupan sehari – hari. Dalam Musyawarah Mufakat terkandung makna bahwa pada setiap kesempatan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan diperlukan kesadaran dan kearifan untuk memutusakan. Untuk itu, sebelum sesuatu keputusan diterapkan selalu didahului dengan dialog dan mau mendengar dari berbagai pihak, juga selalu diupayakan untuk memahami terlebih dahulu persoalan – persoalan yang ada. Keputusan dengan musyawarah mufakat akan menghasilkan keputusan yang mampu memuaskan banyak pihak sehingga dapat terhindar dari konflik – konflik vertical maupun horizontal.
2.11 Perilaku Budaya Demokrasi dalam Lingkungan Keluarga
1) Lingkungan Keluarga
a. Membiasakan diri untuk menempatkan anggota keluarga sesuai dengan kedudukannya.
b. Membiasakan mengatasi dan memecahkan masalah dengan jalan musyawarah mufakat.
c. Saling menghargai perbedaan pendapat masing-masing anggota keluarga.
d. Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi
e. Berlaku adil bagi setiap anggota keluarga dalam memenuhi segala kebutuhan.
f. Memberikan kebebasan kepada anggota keluarganya dalam batas-batas tertentu (tidak bersikap otoriter/ memaksakan kehendak).
g. Tidak ada diskriminasi kepada salah satu anggota keluarga.
h. Bekerjasama mengatasi berbagai kepentingan dalam keluarga.
2) Budaya Demokrasi di Lingkungan Sekolah
1) Berusaha selalu berkomunikasi individual.
2) Ikut serta dalam kegiatan politik di sekolah seperti pemilihan ketua OSIS, ketua kelas, maupun kegiatan yang lain yang relevan.
3) Berani mengajukan saran atau usul.
4) Berani menulis artikel, pendapat, opini di majalah dinding.
5) Selalu mengikuti jenis pertemuan yang diselenggarakan OSIS.
6) Berani mengadakan kegiatan yang merupakan realisasi dari program OSIS dan sebagainya.
7) Bersedia bergaul dengan teman sekolah tanpa harus membedakan cantik jeleknya seseorang.
8) Menerima teman- teman yang berbeda latar belakang budaya, ras, dan agama.
9) Menghargai pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita.
10) Mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah.
11) Sikap anti kekerasan.
3) Lingkungan Masyarakat
1. bersama-sama menjaga kedamaian masyarakat.
2. berusaha mengatasi masalah yang timbul dengan pemikiran yang jernih.
3. mengikuti kegiatan rembug desa.
4. mengikuti kegiatan kerja bakti.
5. bersama-sama memberikan usulan demi kemajuan masyarakat.
Ada beberapa contoh perilaku yang dapat mendukung tegaknya prinsip-prinsip demokrasi,antara lain sebagai berikut :
a. Menghindarkan perbuatan otoriter.
b. Melaksanakan amanat rakyat.
c. Melaksanakan hak tanpa merugikan orang lain.
d. Mengembangkan toleransi antarumat beragama.
e. Menghormati pendapat orang lain.
f. Senang ikut serta dalam kegiatan organisasi misalnya OSIS, Pramuka, PMR, dan sebagainya.
[scroll][url=http://ras-eko.blogspot.com/]Info Seputar pendidikan :cool:[/url][/scroll]
BalasHapusJoseph A Schumpeter kakak, bkn Joseph A Scemeter...
BalasHapus