Dalam hidup sehari-hari tak jarang kita mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari orang-orang di sekitar kita. Entah itu secara tak sengaja atau sengaja. Baik itu masalah kecil maupun masalah besar. Di kantor misalnya, kita pernah difitnah oleh teman sejawat. Dimarahi habis-habisan oleh bos hanya karena lupa mematikan lampu saat meninggalkan ruang kerja. Atau masalah dengan pasangan kita saat lupa menepati janji atau sekedar lupa menelponnya. Saat itu kita mungkin merasa putus asa atau ingin membalas semua perbuatan itu kepada mereka.
Apa itu semua menyelesaikan masalah? Apa tidak menjadikan masalah malah runyam? Karena orang-orang itu sehari-hari dekat dengan kehidupan kita. Dan kita dituntut harus bisa bekerja sama dan hidup berdampingan secara damai dengan mereka. Lain halnya bila kita memutuskan untuk putus-hubungan dengan mereka.
Memang tidak harus begitu. Karena dalam agama Islam kita dianjurkan untuk berbuat mulia yaitu mengembangkan sikap memaafkan terhadap sesama. Apapun dan bagaimanapun kesalahan orang lain kepada kita. Sebab dalam Al Quran, Allah berfirman: “…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An Nuur, 24:22)
Memang dalam Al Quran, pemahaman kita sebagai orang beriman mengenai sikap memaafkan ini sangat berbeda dengan orang yang tidak menjalani kehidupan yang sesuai dengan tuntunan Islam. Meskipun banyak orang berkata bahwa mereka telah memaafkan orang yang telah menyakitinya, namun kenyataannya mereka sulit membebaskan diri dari perasaan benci dan marah. Sehingga cenderung menyimpan rasa benci dan marah itu, sehingga membuat kehidupan mereka jadi tidak nyaman selamanya. Dan bisa jadi, suatu saat semua rasa itu akan meledak.
Tetapi di lain pihak, kita sebagai orang yang beriman sikap memaafkan kita adalah tulus. Karena kita tahu bahwa sebenarnya kita sedang diuji oleh Allah. Kita akan mendapat hikmah dengan belajar dari kesalahan orang lain. Dengan syarat bila kita menjadikan diri ini ikhlas karena Allah, berlapang dada dan mempunyai sifat pengasih. Bukankah Allah itu Maha Penyayang lagi Maha Pengasih, yang akan mengampuni seluruh dosa kita bila saja kita mau bertobat dan mohon ampun kepadaNya? Lebih dari itu, kita sebagai orang yang beriman juga mampu memaafkan kesalahan mereka, sekalipun kita yang benar dan mereka yang salah. Seseorang bisa saja melakukan perbuatan yang menyakiti secara tidak sengaja.
Karena hidup ini sudah diatur oleh Allah sesuai dengan kehendakNya dan berjalan sesuai dengan takdirNya. Dan tidak ada sesuatu di muka bumi ini yang sia-sia. Karena itu, kita harus berserah diri dan tidak boleh terbelenggu oleh amarah. Pemberian maaf sesungguhnya memutuskan lingkaran sebab akibat itu semua, karena orang yang memaafkan dengan cinta berarti telah mengambil alih beban konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan. Dengan demikian pemberian maaf selalu diikuti oleh sebuah pengorbanan.
Dan, semulia-mulia manusia adalah siapa yang mempunyai adab, merendahkan hati ketika berkedudukan tinggi, memaafkan ketika mampu membalas, dan bersikap adil ketika kuat. Our perception is our projection. Memang benar adanya bahwa pemahaman kita mengenai sikap memaafkan itu akan mempengaruhi perilaku berkehidupan kita.
"...Akhlak yang paling mulia adalah menyapa mereka yang memutus silaturahim, memberi kepada yang kikir terhadapmu, dan memaafkan mereka yang menyalahimu..."
(HR Ibnu Majah)
Apa itu semua menyelesaikan masalah? Apa tidak menjadikan masalah malah runyam? Karena orang-orang itu sehari-hari dekat dengan kehidupan kita. Dan kita dituntut harus bisa bekerja sama dan hidup berdampingan secara damai dengan mereka. Lain halnya bila kita memutuskan untuk putus-hubungan dengan mereka.
Memang tidak harus begitu. Karena dalam agama Islam kita dianjurkan untuk berbuat mulia yaitu mengembangkan sikap memaafkan terhadap sesama. Apapun dan bagaimanapun kesalahan orang lain kepada kita. Sebab dalam Al Quran, Allah berfirman: “…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An Nuur, 24:22)
Memang dalam Al Quran, pemahaman kita sebagai orang beriman mengenai sikap memaafkan ini sangat berbeda dengan orang yang tidak menjalani kehidupan yang sesuai dengan tuntunan Islam. Meskipun banyak orang berkata bahwa mereka telah memaafkan orang yang telah menyakitinya, namun kenyataannya mereka sulit membebaskan diri dari perasaan benci dan marah. Sehingga cenderung menyimpan rasa benci dan marah itu, sehingga membuat kehidupan mereka jadi tidak nyaman selamanya. Dan bisa jadi, suatu saat semua rasa itu akan meledak.
Tetapi di lain pihak, kita sebagai orang yang beriman sikap memaafkan kita adalah tulus. Karena kita tahu bahwa sebenarnya kita sedang diuji oleh Allah. Kita akan mendapat hikmah dengan belajar dari kesalahan orang lain. Dengan syarat bila kita menjadikan diri ini ikhlas karena Allah, berlapang dada dan mempunyai sifat pengasih. Bukankah Allah itu Maha Penyayang lagi Maha Pengasih, yang akan mengampuni seluruh dosa kita bila saja kita mau bertobat dan mohon ampun kepadaNya? Lebih dari itu, kita sebagai orang yang beriman juga mampu memaafkan kesalahan mereka, sekalipun kita yang benar dan mereka yang salah. Seseorang bisa saja melakukan perbuatan yang menyakiti secara tidak sengaja.
Karena hidup ini sudah diatur oleh Allah sesuai dengan kehendakNya dan berjalan sesuai dengan takdirNya. Dan tidak ada sesuatu di muka bumi ini yang sia-sia. Karena itu, kita harus berserah diri dan tidak boleh terbelenggu oleh amarah. Pemberian maaf sesungguhnya memutuskan lingkaran sebab akibat itu semua, karena orang yang memaafkan dengan cinta berarti telah mengambil alih beban konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan. Dengan demikian pemberian maaf selalu diikuti oleh sebuah pengorbanan.
Dan, semulia-mulia manusia adalah siapa yang mempunyai adab, merendahkan hati ketika berkedudukan tinggi, memaafkan ketika mampu membalas, dan bersikap adil ketika kuat. Our perception is our projection. Memang benar adanya bahwa pemahaman kita mengenai sikap memaafkan itu akan mempengaruhi perilaku berkehidupan kita.
"...Akhlak yang paling mulia adalah menyapa mereka yang memutus silaturahim, memberi kepada yang kikir terhadapmu, dan memaafkan mereka yang menyalahimu..."
(HR Ibnu Majah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar