Imam
Syafi'i salah seorang Ulama Fiqih (hukum Islam) yang terkenal dan
mempunyai pengikut yang ramai di Negara-Negara yang ramai penduduk
Islamnya terutama di Indonesia dan Malaysia. Beliau di lahirkan pada
tahun 150 H di Gaza. Imam Syafi'i menghabiskan seluruh hidupnya untuk
mengkaji hal-hal yang berkenaan Hukum Islam.
Disamping
itu beliau juga salah seorang ahli sya'ir yang terkenal dengan sya'irnya
yang indah dan berisi. Syairnya-syairnya ibarat untaian mutiara yang
gemerlapan, penuh dengan ungkapan-ungkapan balaghah, hikmah, dan nasihat
yang bernilai tinggi. Imam Syafi'i pencinta Ilmu Pengetahuan semenjak
kecil lagi. Beliau biasa mengkhatamkan al-Quran sebanyak enam puluh
kali, terutama dalam bulan Ramadhan, terutama dibacanya ketika sholat.
Imam Syafi'i seorang yang suka berderma dari apapun harta yang
dimilikinya.
Hidupnya
sangat sederhana terutama dalam makan dan minum. Beliau tidak pernah
makan kenyang semenjak usia enam belas tahun. Karena kekenyangan akan
menambah berat badan, mengeraskan hati, menumpulkan otak, membawa
mengantuk dan malas beribadah, demikian kata Imam Syafi'i.
Imam
Syafi'i wafat selepas magrib malam Juma'at, akhir bulan Rajab, dan
jenazah beliau dikebumikan pada hari Jum'at, tahun 204 Hijriyah di
Mesir. Ramai Ulama yang mengakui kejujuran, keadilan, kezuhudan,
kewara'an, dan akhlak yang mulia yang dimiliki oleh Imam Syafi'i. Selama
hidupnya penuh dengan petunjuk dengan sifat taqwanya yang tinggi dan
hidupnya jauh dari kesesatan dan kejahatan.
Beliau
jujur dalam Hukum-Hukumnya, berlandaskan Kebenaran dan Keadilan Allah
s.w.t. yang disanjung tinggi. Hukum-Hukumnya ibarat bintang-gemintang
yang menjadi perhiasan angkasa raya. Beliau suka merantau untuk menambah
Ilmu Pengetahuan dan mengamalkannya untuk kepentingan Ummat. Untaian
mutiara pesanan yang ditinggalnya sangatlah banyak antara lain beliau
berpesan:Pergilah
(merantaulah) dengan penuh keyakinan, niscaya akan engkau temui lima
kegunaan, yaitu Ilmu Pengetahuan, Adab, pendapatan, menghilangkan
kesedihan, mengagungkan jiwa, dan persahabatan.
- Sungguh aku melihat air yang tergenang membawa bau yang tidak sedap. Jika ia terus mengalir maka air itu akan kelihatan bening dan sehat untuk diminum. Jika engkau biarkan air itu tergenang maka ia akan membusuk.
- Singa hutan dapat menerkam mangsanya, setelah ia meninggalkan sarangnya. Anak panah yang tajam tak akan mengenai sasarannya, jika tidak meninggalkan busurnya.
- Emas bagaikan debu, sebelum ditambang. Pohon cendana yang tetancap ditempatnya, tak ubah seumpama kayu bakar (kayu api).
- Jika engkau tinggalkan tempat kelahirnmu, engkau akan menemui derajat yang mulia ditempat yang baru, dan engkau bagaikan emas sudah terangkat dari tempatnya.
Imam Syafi'i Sewaktu Kecil
Semenjak
kecil Syafi'i telah hafal al-Quran dan banyak dari Hadis Nabi s.a.w.
Dimana beliau mendengar ada orang Alim, maka beliau segera menemuinya
untuk menimba Ilmu Pengetahuan. Ketika berusia masih kecil yaitu 14
tahun, beliau menceritakan hasratnya kepada ibundanya yang sangat
dikasihinya tentang keinginannya untuk menambahkan Ilmu Pengetahuan
dengan cara merantau.
Mulanya
Ibundanya berat untuk melepaskan Syafi'i, karena beliaulah seorang yang
menjadi harapan ibunya untuk menjaganya di hari tuanya. Demi ketaatan
dan kecintaan Syafi'i kepada Ibundanya, maka mulanya beliau terpaksa
membatalkan keinginannya itu, demi kasih sayangnya kepada ibunya itu.
Meskipun demikian akhirnya ibundanya mengizinkan Syafi'i untuk memenuhi
hajatnya untuk menambah Ilmu Pengetahuan.
Sebelumnya melepaskan Syafi'i berangkat, maka ibundanya mendo'akannya
:"Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh Alam ! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keredhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut Ilmu Pengetahuan peninggalan Pesuruhmu. Oleh karena itu aku bermohon kepadaMu ya Allah permudahkanlah urusannya. Peliharakanlah keselamatanNya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan yang berguna, amin!"
:"Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh Alam ! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keredhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut Ilmu Pengetahuan peninggalan Pesuruhmu. Oleh karena itu aku bermohon kepadaMu ya Allah permudahkanlah urusannya. Peliharakanlah keselamatanNya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan yang berguna, amin!"
Selesainya
berdo'a ibundanya memeluk Syafi'i kecil dengan penuh kasih sayang dan
dengan linangan air mata karena sedih untuk berpisah. Sambil berkata:
"Pergilah anakku Allah bersamamu !Insya-Allah engkau akan menjadi
bintang Ilmu yang paling gemerlapan dikemudian hari. Pergilah sekarang
karena ibu telah redha melepaskanmu. Ingatlah bahwa Allah itulah
sebaik-baik tempat untuk memohon perlindungan ! Selepas ibunya
mendo'akan Syafi'i, maka Syafi'i mencium tangan ibunya dan mengucapkan
selamat tinggal kepada ibunya.
Sambil
meninggalkan ibunda yang sangat dikasihinya dengan hati yang pilu
Syafi'i melambaikan tangan mengucapkan salam selamat tinggal, dan
mengharapkan ibundanya senantiasa mendo'akannya untuk kesejahteraan dan
keberhasilannya dalam menuntut Ilmu Pengetahuan yang berguna.
Oleh
karena kehidupannya yang sangat miskin, maka Syafi'i berangkat dengan
tidak membawa perbekalan uang, kecuali dengan berbekalkan do'a ibunya
dan cita-cita yang teguh untuk menambah Ilmu Pengetahuan sambil
bertawakkal kepada Allah s.w.t.
Imam
Syafi'i mengisahkan perpisahan dengan ibunya dengan mengatakan:
"Sesekali aku menoleh kebelakang untuk melambaikan tangan kepada ibuku.
Dia masih terjegat diluar pekarangan rumah sambil memperhatikan aku.
Lama-kelamaan wajah ibu menjadi samar ditelan kabus pagi. Aku
meninggalkan kota Makkah yang penuh barkah, tanpa membawa sedikitpun
bekalan uang, apa yang menjadi bekalan bagi diriku hanyalah Iman yang
teguh dan hati yang penuh tawakkal kepada Allah s.w.t.serta do'a restu
ibuku sahaja. Aku serahkan diriku kepada Allah seru sekalian
Alam."
Alam."
Imam Syafi'i ke kota Madinah
Dalam
perjalan tersebut haripun mulai senja Syafi'i singgah di Zi Tua untuk
bermalam, keadaan sekelilingnya kering dan panas dan tidak ada
tumbuh-tumbuhan. Ditempat itu ramai didapati orang yang sedang
berkhemah. Syafi'i mulai merasa lapar, sedangkan uang tak ada. Meskipun
demikian ia yakin Allah s.w.t. akan memberikan pertolongannya kepada
orang yang ingin menambah Ilmu Pengetahuannya. Ditempat itu Syafi'i
berkenalan seorang yang separuh baya yang baik dan ramah. Syafi'i diajak
makan malam bersamanya. Syafi'i memanggil orang itu dengan "paman".
Syafi'i
mengucapkan syukur kepada Allah s.w.t.atas anugerahnya, sehingga ia
tidak sampai kelaparan. Ketika itu Syafi'i bertanya kepada orang itu:
"Siapakah orang yang paling alim di Madinah, ketika itu. Lalu orang itu
menceritakan kepada Syafi'i, bahwa orang yang paling Alim di kota
Madinah ketika itu ialah Imam Malik bin
Anas. Syafi'i bermohon kepada sahabat barunya itu, semoga ia sudi membawanya bertemu dengan Imam Malik bin Anas.
Anas. Syafi'i bermohon kepada sahabat barunya itu, semoga ia sudi membawanya bertemu dengan Imam Malik bin Anas.
Memasuki
hari kedelapan kami telah tiba di pinggir kota Madinah, dari jauh
kelihatan sayup Masjid Nabi, dimana Rasulallah s.a.w.dimakamkan
didekatnya. Alangkah gembiranya hati Syafi'i setibanya di masjid Nabi,
dan beliau menunaikan solat sepuasnya dengan khusyuk dan perasaan
terharu dengan tidak disadarinya air mata syafi'i membasahi pipinya,
karena betapa mengagumi kebesaran dan keagungan Nabi s.a.w. yang telah
berjuang menegakkan Islam dan ummatnya. Rasulallah s.a.w. telah berjaya
merobah suatu masyarakat yang berpecah belah menjadi satu masyarakat
yang bersatu padu,yang terdiri dari berbilang kaum dan agama, dengan
terpatrinya piagam Madinah yang terkenal hingga bila-bila masa. Syafi'i
setelah menunaikan solat, beliau pergi menziarahi makam Rasulallah
s.a.w. Setelah itu, beliau melihat ramai orang sedang menghadiri majlis
Ilmu mengelilingi Ulama Agung Imam Malik bin Anas. Syafi'i turut hadir
untuk ikut sama mendengar dengan tekun segala mutiara Hadish Nabi
s.a.w., yang disampaikan oleh Imam Malik.
Kelebihan
Imam Syafi'i ialah daya hapalan yang dianugerahkan Allah kepadanya,
sehingga semua pelajaran yang disampaikan oleh Imam Malik telah dapat
dihapalnya. Selesainya pengajian murid-murid Imam Malik menyalami Tok
Guru mereka sambil beredar dan pulang kerumah masing-masing.Syafi'i
masih berada ditempatnya. Imam Malik merasa heran, karena dilihatnya
anak muda itu tidak meninggalkan tempat pengajian. Lalu beliau
memanggil syafi'i dan bertanyakan segala sesuatu berkenaan dirinya, dan
apa yang telah didengarnya. Imam Malik meminta supaya Syafi'i mengatakan
kembali sebuah hadis yang telah dipelajarinya.
Syafi'i
dengan lancarnya bukan saja mendengarkan satu hadis tetapi semua hadis
yang didengarnya ketika Imam Malik menyampaikan pelajarannya. Sungguh
mengagumkan daya ingatan pemuda Syafii, sehingga Imam Malik tertarik
kepadanya.
Imam Syafi'i dan Gurunya, Imam Malik bin Anas
Betapa
gembiranya Imam Malik karena mendapat seorang murid yang cerdas dan
bijak seperti Syaf'i. Syaf'i semenjak kecil bukan saja telah hapal
seluruh isi al-Quran dan ribuan hadis Nabi s.a.w. malah beliau juga telah
hapal seluruh isi kitab Hadis Muwatta' karangan Imam Malik bin
Anas, sebelumnya Syaafi'i bertemu dengan Imam Malik. Imam Syafi'i membagi malam kepada tiga bahagian yaitu:
seluruh isi al-Quran dan ribuan hadis Nabi s.a.w. malah beliau juga telah
hapal seluruh isi kitab Hadis Muwatta' karangan Imam Malik bin
Anas, sebelumnya Syaafi'i bertemu dengan Imam Malik. Imam Syafi'i membagi malam kepada tiga bahagian yaitu:
- Sepertiga untuk Ilmu Pengetahuan
- Sepertiga untuk sholat
- Sepertiga untuk tidur
Rabi'
menerangkan bahwa Imam Syafi'i setiap hari menamatkan al-Quran sekali,
tetapi dalam bulan Ramadhan seluruhnya enam puluh kali, dan semuanya
dibaca ketika menunaikan ibadah Sholat. Imam Syafi'i sendiri menerangkan
bahwa beliau belum pernah bersumpah seumur hidupnya, baik ketika
membenarkan sesuatu ataupun mendustakan sesuatu. Pernah disatu ketika
ada orang bertanyakan sesuatu masaalah kepada beliau. Ketika itu Imam
Syafi'i mendiamkan diri sejenak tidak langsung menjawabnya. Ketika
beliau disoal mengapa berbuat demikian, maka Imam Syafi'i menjelaskan:
"Aku menunggu terlebih dahulu, sehingga aku mengetahui, mana yang lebih baik aku diam ataupun menjawab pertanyaanmu."
Ini
menunjukkan bahwa Imam Syafi'i adalah orang yang sangat teliti dalam
memberikan sesuatu fatwa, kepada seseorang yang bertanyakan sesuatu
masaalah semasa.
Imam
Syafi'i pernah mengatakan: "Pada suatu hari aku tidak punya uang
sesenpun, sedangkan aku ingin benar menuntut Ilmu. Lalu aku pergi
bekerja disebuah Dewan untuk mendapat sedikit belanja". Ini menunjukkan
bahwa Imam Syafi'i tidak berdiam diri ketika menemui kesulitan dalam
keuangan, terutama ketika menuntut Ilmu, beliau bersedia bekerja apa
saja yang halal, asalkan saja cita-citanya tercapai.
Imam
Ghazali pernah menceritakan bahwa Imam Syafi'i juga adalah seorang Tokoh
penting dalam kehidupan Sufi. Ia seorang yang sangat Taqwa tidak ingin
bermegah-megahan dalam hal apapun juga. Berkenaan Ilmu Sufi, Imam
Syafi'i berkata: "Saya ingin manusia itu mempelajari Ilmu ini, tetapi
janganlah menyebut-nyebut namaku, dengan sepatah kata juapun".
Diantara kata-kata yang bernilai sufi daripada Imam Syafi'i ialah:
- Orang yang zalim kepada dirinya, ialah orang yang merendahkan dirinya kepada orang yang tidak memuliakannya dan orang yang menyukai sesuatu benda yang tidak memberi manfaat kepadanya, begitu juga orang yang menerima sesuatu pujian dari seseorang yang lain yang tidak mengenalnya, dengan sesungguh-sungguhnya.
- Orang yang tidak diutamakan karena Taqwanya, tidaklah termasuk Orang Yang Utama.
- Siasat manusia lebih kejam daripada siasat binatang.
- Jikalau kuketahui bahwa ia dengan itu dapat mengurangi kehormatanku, meskipun aku haus, aku tidak akan meminumnya.
- Diantara tanda-tanda benar dalam Ukhuwah ialah menerima keritikan teman, menutupi aib teman, dan mengampuni kesalahannya." Demikianlah kata-kata Hikmah dari Imam Syafi'i r.a.
Kecintaan Imam Syafi'i kepada Allah SWT
Imam Syaf'i menyintai Allah s.w.t. dengan sepenuh hatinya. Beliau pernah
mengingatkan: "Bahwa orang yang mengaku sanggup mengumpulkan antara cinta dunia dengan cinta kepada Allah s.w.t. dalam hatinya adalah dusta belaka". Imam Syafi'i adalah seorang yang sangat zuhud (cara hidup yang tidak tamak kepada keduniaan, seperti kemegahan, kekayaan, harta, dan sebagainya). Pernah sekembalinya beliau dari Yaman dan membawa uang sebanyak sepuluh ribu dirham, sebelumnya memasuki kota Makkah uang tersebut telah dibagi-bagikan beliau kepada orang yang memerlukannya.
mengingatkan: "Bahwa orang yang mengaku sanggup mengumpulkan antara cinta dunia dengan cinta kepada Allah s.w.t. dalam hatinya adalah dusta belaka". Imam Syafi'i adalah seorang yang sangat zuhud (cara hidup yang tidak tamak kepada keduniaan, seperti kemegahan, kekayaan, harta, dan sebagainya). Pernah sekembalinya beliau dari Yaman dan membawa uang sebanyak sepuluh ribu dirham, sebelumnya memasuki kota Makkah uang tersebut telah dibagi-bagikan beliau kepada orang yang memerlukannya.
Pernah
terjadi ketika beliau duduk diatas seekor keledai lalu cambuknya
terjatuh ketanah. Ada orang memungutnya dan menyerahkan kembali kepada
Imam Syafi'i, kepada orang itu telah dihadiahkan uang sebanyak lima
puluh dinar, sebagai tebusan, bahwa beliau duduk diatas keledai
sedangkan orang lain berjalan dibawah, beliau menganggap takabbur duduk
diatas keledai sedangkan orang lain berada di bawah.
Pernah
juga terjadi, Imam Syafi'i melihat seorang pemuda mengambil udhu kurang
sempurna. Anak muda itu ditegur oleh Imam Syafi'i dengan kata-kata:
"Wahai anak! Jika engkau mengambil udhu', lakukanlah dengan baik supaya Allah mengurniakan kepadamu dunia dan akhirat!"
Anak
muda itu mengikuti nasihat Imam Syafi'i, setelah itu ia mengejar Imam
Syafi dari belakang dan ingin mengetahui siapakah orang yang
menasihatinya itu. Imam menoleh kepadanya sambil bertanya, "apa hal"?
Anak itu menyatakan kepada Imam Syafi'i keinginannya untuk belajar lebih
lanjut dan memberikan apa-apa nasihat kepadanya. Imam Syafi'i
mengingatkan sang pemuda dengan kata-kata nasihat selanjutnya:
"Barangsiapa
mengenal Allah ia akan jaya. Barang siapa memuliakan agamanya ia akan
selamat dari kehinaaan dan bahaya, barang siapa zuhud di dunia pasti ia
akan melihat balasan Allah yang mulia."
Lalu imam Syafi'i bertanya lagi kepada pemuda itu apakah ia masih
memerlukan tambahan pelajaran, anak muda itu menjawab tolong tambah
lagi pengajaran beliau, maka Imam Syafi'i melanjutkan:
"Barangsiapa
selalu mengerjakan tiga pekerjaan ini, maka akan sempurna imannya
yaitu:"Barangsiapa yang menyuruh orang lain berbuat baik dan dia sendiri
juga berbuat baik. Barang siapa mencegah orang berbuat jahat,dan dia
sendiri menjauhkan dirinya dari kejahatan dan barangsiapa yang menjaga
batas-batas hukum Allah."
Imam Syafi'i bertanya lagi kepada pemuda itu, apa masih perlu ditambah lagi? Anak muda itu menjawab, "ya".
Imam
Syafi'i meneruskan:"Hendaklah engkau zuhud didunia, dan hendaklah engkau
suka kepada amalan akhirat. Hendaklah engkau berlaku jujur dalam
menjalankan segala perintah Allah, niscaya engkau termasuk orang-orang
yang berjaya".
Kemudian
anak muda itu bertanya, siapakah Tuan Guru yang yang sangat bermurah
hati itu yang telah sudi mengajarnya meskipun didalam perjalanan. Lalu
orang disekitarnya mengatakan yang dihadapinya itu
adalah Imam Syafi'i. Imam Syafi'i adalah seorang Imam yang bersedia
mencurahkan Ilmunya kepada siapa saja yang memerlukannya dengan tidak suka bermegah-megah. Semua itu dilakukannya karena Allah, semata -mata.
adalah Imam Syafi'i. Imam Syafi'i adalah seorang Imam yang bersedia
mencurahkan Ilmunya kepada siapa saja yang memerlukannya dengan tidak suka bermegah-megah. Semua itu dilakukannya karena Allah, semata -mata.
Imam Syafi'i dan Kepentingan Ilmu
Imam
Syafi'i nama lengkapnya ialah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i, juga
sangat dihormati oleh para Imam lainnya. Antaranya Imam Ahmad bin
Hambal, berkata:
"Tidak
pernah aku mengerjakan sholat selama empat puluh tahun, kecuali aku
selalu mengiringkan sholatku itu dengan do'a untuk Syafi'i".
Disatu
hari Abdul Malik Almaimuni berbincang dengan Imam Amad bin Hambal, dan
pembicaraan itu menyinggung diri Imam Syafi'i. Al-Maimuni mengatakan
"Jelas
aku lihat Ahmad memuliakannya dan berkata:"Aku pernah membaca sebuah
hadis Nabi s.a.w., bahwa Allah membangkitkan bagi ummat ini setiap
seratus tahun, seorang lelaki yang menghidupkan urusan agamanya."
Imam Syafi'i sangat tidak menyukai kata-kata ataupun ucapan yang tidak baik
terhadap sesama manusia. Pernah disatu hari ada seorang mengeluarkan
kata-kata kotor terhadap seorang alim, maka imam Syafi'i menegur orang
itu:
"Bersihkanlah
pendengaranmu dari mendengar perkataan yang keji, sebagaimana engkau
membersihkan lidahmu dari mengeluarkan kata-kata yang keji dan kotor.
Seseorang yang hodoh dan keji selalu menumpahkan kekejiannya itu untuk
mengisi kebersihanmu, jika engkau jawab dengan kekejian pula, engkau
akan berbuat keji sebagaimana perbuatan orang yang keji itu".
Imam
Syafi'i senang menyelesaikan berbagai masaalah agama yang diajukan orang
kepadanya. Sehingga beratus-ratus masaalah agama dapat diselesaikan
Imam Syafi'i dalam masa semalaman, untuk maslahat Ummat Islam. Sehingga
pernah Imam Ahmad bin Hambal mengatakan kepada anaknya berkenaan Imam
Syafi'i.
"Gerak
dan diamnya, perkataannya, zikir dan fikirannya, semuanya untuk Allah
s.w.t. Qiamnya itu ta'at, tidurnya itu sedekah, zikirnya itu tasbih,
diamnya dan ilmunya itu obat bagi ummat manusia".
Mutiara kata dari Imam Syafi'i berkenaan Ilmu, beliau berkata:
"Engkau
tidak akan memperoleh Ilmu kecuali dengan enam hal, yaitu dengan
kecerdasan, semangat keras, rajin dan tabah, biaya yang cukup,
bersahabat dengan guru".
"Tetapi
ingatlah!Orang yang diberikan derjat yang mulia karena Ilmunya tak
mungkin diberi harta yang melimpah. Karena Ilmu dan Harta tak mungkin
berjalan bersama. Sudah ditakdirkan, bahwa orang yang akan dinaikkan
darjatnya, pastilah diuji dengan kemelaratan. Buktinya, banyak orang
pandai yang hidupnya melarat dan banyak orang bodoh yang hidupnya serba
cukup.Orang yang diberi rezeki dengan mudah, pahalanya sedikit, tidak
terpuji dan tidak mendapatkan taufiq".
Beliau melanjutkan:
"Berjaga
malam untuk menekuni Ilmu, lebih nikmat bagiku daripada lagu merdu dan
bau wewangian. Goresan penaku di tengah lembaran kertas, terasa lebih
indah daripada khayalan".
Imam Syafi'i Berangkat ke Iraq
Dimusim
Haji ramai Muslimin datang ke Madinah untuk menziarahi maqam Rasulallah
s.a.w.Demi hormat dan kecintaan mereka kepada Rasulallah s.a.w.Mereka
yang datang itu dari banyak tempat,terutama dari Mesir dan Iraq.Selesai
menziarahi maqam Nabi s.a.w,mereka juga menziarahi Imam Malik,dan
meminta supaya kepada mereka diajarkan Kitab Muattha.Imam Malik menyuruh
Imam Syafi'i supaya membacakan kitab tersebut untuk orang ramai yang
menghadiri Majlis Ta'lim Imam Malik.
Sudah tentu dengan senang hati Imam Syafi'i membacakan kitab tersebut yang telah dihapalnya keseluruhan isi kitab al-Muaatha.Jamaah yang hadir sungguh kagum melihat kelancaran pembacaan kitab Muaatha,yang dibaca oleh Imam Malik.Hal ini dengan mudah dilakukan oleh Imam Syaf'i disebabkan beliau telah menghapal seluruh isi kitab tersebut.
Sudah tentu dengan senang hati Imam Syafi'i membacakan kitab tersebut yang telah dihapalnya keseluruhan isi kitab al-Muaatha.Jamaah yang hadir sungguh kagum melihat kelancaran pembacaan kitab Muaatha,yang dibaca oleh Imam Malik.Hal ini dengan mudah dilakukan oleh Imam Syaf'i disebabkan beliau telah menghapal seluruh isi kitab tersebut.
Selesai
majlis Ilmu itu,Imam Syafi'i pergi menziarahi rombongan yang datang
ketempat itu.Ketika beliau menziarahi rombongan dari Iraq Imam Syafi'i
melihat seorang pemuda Iraq sedang menunaikan sholat.Selesai pemuda itu
menunaikan sholat,lalu ia didekati oleh Imam Syafi'i,dan beliau ingin
berkenalan dengan tamu muda itu.Imam Syafi'i bertanya kepada pemuda itu
siapakah Ulama yang paling terkenal dalam hal Ilmu al-Quran dan Sunnah
di Iraq.Pemuda itu menjawab,bahwa ketika itu Ulama yang paling terkenal
dalam Ilmu al-Quran dan Sunnah ialah Abu Yusuf dan Muhammad bin
Hasan.Kedua Ulama yang paling terkenal itu adalah murid dari Imam Abu
Hanifah.Imam Syafi'i sangat tertarik dan ingin menambah Ilmu
Pengetahuannya kepada kedua-kedua orang Alim itu.Imam Syafi'i bertanya
bila pemuda Iraq itu akan berangkat kembali ke Iraq.Pemuda itu menjawab
bahwa ia akan berangkat keesokan harinya.Imam Syafi'i bergegas pulang
menemui gurunya Imam Malik dan menceritakan keinginannya ingin menambah
Ilmu Pengetahuan,terutama berkenaan al-Quran dan Sunnah Nabi s.a.w,yang
telah menjadi cita-citanya dari sejak semula.
Mendengar
hasrat hati Imam Syafi'i,maka Imam Malik bersetuju dan mendo'akan
semoga segala hajat Imam Syafi'i dalam cita-citanya menambah Ilmu
Pengetahuan dari kedua Ulama Agung itu semoga dikabulkan oleh Allah
s.w.t.Imam Malik sendiri ikut mengantarkan Imam Syafi'i hingga ke
Baqi'.Suatu hal yang memeranjatkan Imam Syafi'i,dimana Imam Malik telah
menyediakan unta untuk kenderaan dalam perjalanan Imam Syafi'i menuju
Kufah Ibu kota Iraq.Disamping itu Imam Malik memberikan kepada Imam
Syafi'i uang sebanyak lima puluh Dinar.Imam Syafi'i merasa heran
darimana Imam Malik memperoleh uang tersebut.Setahu Imam Syafi'i Imam
Malik ketika itu tidak punya uang sebanyak itu.Lalu Imam malik
menceritakan kepada Imam Syafi'i bahwa malam itu ada seorang yang
bernama Qasim menziarahi Imam Malik dan menghadiahkan kepada beliau uang
seratus dinar,dan memohon supaya Imam Malik sudi menerima hadiah
tersebut.Oleh Imam Malik uang seratus dinar itu dibagi dua,sebanyak lima
puluh dinar diperuntukkan untuk keperluan Imam Syafi'i.Mulanya Imam
Syafi'i menolak hadiah uang itu.Beliau tak sampai hati menerima
pemberian dari gurunya,dan meminta supaya Imam Malik menyimpan uang
tersebut untuk keperluan Imam Malik.Meskipun demikian Imam malik tetap
mendesak supaya uang tersebut supaya diterima oleh Imam Syafi'i.Imam
Syafi'i mengucapkan terimakasih kepada Gurunya,karena pertolongan yang
sangat berharga didalam perjalanan.
Imam
Malik mendo'akan semoga cita-cita Imam Syafi'i untuk menambah Ilmu
Pengetahuan,dikabulkan oleh Allah s.w.t. Imam Malik tidak berganjak dari
tempatnya sambil memperhatikan keberangkatan Imam Syafi'i sehingga
kafilah Imam Syafi'i hilang dari pandangan matanya.Disini dapatlah kita
menarik pelajaran,betapa gigihnya Imam Syafi'i dalam usahanya untuk
menambah Ilmu Pengetahuan meskipun terpaksa menempuh perjalanan yang
jauh.Juga betapa mesranya hubungan murid dan gurunya,yang saling bantu
membantu dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan dunia dan kepentingan
akhirat.
Imam Syafi'i Berguru di Kufah
Setelah penat dalam perjalanan yang jauh dari Madinah ke Kuffah (Iraq) ketika itu memakan masa dua puluh empat hari,maka tibalah Imam Syafi'i dan rombongannya di sebuah Masjid di Kufah.Ketika itu Imam Syafi'i berusia dua puluh dua tahun.Imam Syafi'i menunaikan sholat berjamaah di Masjid tersebut.Kedua-dua Imam yang dicari-cari oleh Syafi'i,rupanya juga berada di Masjid itu,dan mereka juga menjadi Imam Besar masjid tersebut.Imam Syafi'i dapat berkenalan dengan kedua-dua tokoh Agama yang paling terkemuka sekali di Iraq ketika itu,yaitu Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan.Mereka bertanyakan kepada Syafi'i berkenaan keadaan Imam Malik di Madinah.Pernahkan kamu bertemu Imam Malik di Madinah ?Syafi'i menjawab semua pertanyaan yang diajukannya dan menjelaskan,bahwa Imam Malik bin Anas juga menjadi Guru beliau,dan pernah tinggal bersama Gurunya itu."Jika demikian tentu kamu telah pernah membaca kitab Muattha yang terkenal hasil karya Imam Malik, kata Imam Muhammad."Benar tuan ! Jawab Imam Syafi'i,Alhamdulillah saya bukan saja telah membaca kitab Muwatha,malah telah menghafalnya dalam hati."
Imam Muhammad mengambil kertas dan menuliskan beberapa soalan dan meminta Syafi'i menjawab soalan-soalan,untuk menguji sampai dimana Ilmu
Imam Syafi'i berkenaan kitab Muwatha,karangan Imam Malik.Setelah
meneliti semua soalan yang diajukan itu,maka Imam Syafi'i dapat
menjawabnya dengan mudah,disebabkan isi kitab Muwatha telah dapat
dihafal dan dikuasai oleh Syafi'i.Setelah membacanya semua jawaban
tersebut,maka Imam Muhammad tersenyum dan merasa gembira dengan
jawaban-jawaban yang diberikan oleh Imam Syafi'i.Lalu beliau
berkata:"Sudikah kamu menjadi tamuku pada malam ini ?Syafi'i
menyambutnya dengan perasaan penuh kegembiraan,dengan menjadi tamu dan
bermalam dirumah Imam Muhammad,bearti beliau telah mendapat peluang yang
baik sekali untuk berguru kepada Imam Muhammad.
Syafi'i menjadi tamu dirumah Imam Muhammad,dan diberikan penghormatan
yang istimewa,oleh Imam Besar itu.Beliau menghadiahkan pakaian yang
cantik dan mahal,sambil menyuruh Syafi'i mandi,maklum beliau baru tiba
dari perjalanan yang jauh.Imam Syfi'i menyambut hadiah yang istimewa itu
dengan perasaan syukur dan berterimakasih kepada Imam Muhamad.
Selesai mandi,Syafi'i memakai pakaian (jubah) hadiah dari Imam Muhammad.Betapa gembiranya Imam Muhamad,melihat pakaian pemberiannya itu telah dipakai oleh Syafi'i.Imam Muhammad mengambil sebuah kitab karangan Imam Abu Hanifah,yang berjudul "Al-Aushat" dan menyerahkannya kepada Syafi'i untuk bacaan Syafi'i dimalam itu.Dengan perasaan gembira,Syafi'i menyambut kitab Al Ausath,dan membacanya dengan khusyu'.Salah satu keistimewaan yang dianugerahkan Allah S.W.T kepada Syafi'i ialah dari segi hafalan.Setelah membaca kitab tersebut,dengan penuh perhatian,dan seronok membacanya, Syafi'i telah dapat menghafal keseluruhan kitab Al-Ausath,karangan Imam Abu Hanifah. Hal ini tidak diceritakan oleh Imam Syafi'i kepada Imam Muhammad.
Imam Syafi'i dan Gurunya, Imam Muhammad
Imam
Muhammad tempat rujukan orang ramai meminta fatwa, dan fatwa Imam
Muhammad diterima tanpa apa-apa soal. Pada suatu hari datang seorang
lelaki meminta fatwa dari Imam Muhammad. Ketika itu aku berada
disampingnya, demikian kata Imam Syafi'i. Setelah lelaki itu
menceritakan masaalah yang dihadapinya dan meminta fatwa dari Imam
Muhammad. Setelah
mendengar masaalah lelaki itu, lalu Imam Muhammad memberikan fatwanya, dan meyakini fatwanya itu bersandarkan pendapat Imam Abu Hanifah.
mendengar masaalah lelaki itu, lalu Imam Muhammad memberikan fatwanya, dan meyakini fatwanya itu bersandarkan pendapat Imam Abu Hanifah.
Imam Syafi'i bercerita:
"Setelah
mendengar fatwa beliau, aku merasa yakin fatwa itu tidak seberapa tepat
berdasarkan pendapat Imam Abu Hanifah yang bukunya telah dapat kuhapal.
Lalu aku mohon izin kepada Imam Muhamad, untuk memberikan pandangan
Imam Abu Hanifah yang telah kuketahui. Imam Muhammad merasa terkejut
mendengar pandangan yang kuberikan itu, lalu beliau merujuk kembali
kepada kitab "al-Ausat" kepunyaan Imam Abu Hanifah. Ternyata apa yang
kukatakan itu memang benar, seperti pandangan Imam Abu Hanifah,lalu Imam
Muhammad membetulkan kembali fatwa beliau. Imam Muhammad sangat kagum
atas hapalanku".
Setelah
sekian lama Imam Syafi'i tinggal dan menuntut Ilmu kepada Imam
Muhammad, maka Syafi'i merasa ingin melanjutkan perjalanan untuk
menuntut Ilmu Pengetahuan. Hal ini diceritakan Imam Syafi'i kepada Imam
Muhammad, dan Imam Muhammad terharu mendengarnya. Imam Muhammad berkata
kepada Imam Syafi'i: "Saya bersetuju atas hasratmu tetapi dengan
satu syarat. Syaratnya tidak berat iaitu engkau bersetuju menerima
separuh dari harta bendaku. Imam Syafi'i tidak menyangka begitu bermurah
hati Imam Muhammad kepada beliau. Meskipun demikian Imam Syafi'i
menjawab:"Paman ! Sebenarnya kedatangan saya kemari adalah untuk menimba
Ilmu Pengetahuan bukannya mengumpulkan harta kekayaan. Oleh itu
izinkanlah saya kembali menemui ibu saya dan lupakanlah berkenaan
pembahagian harta". Imam Syafi'i menolak tawaran harta dari Imam
Muhammad dengan ucapan terimakasih yang tak terhingga.
Imam
Muhammad kecewa mendengar penolakanku. Lalu beliau berkata baiklah
anakku, jika kiranya engkau menolak separuh harta paman, paman harapkan
engkau tidak menolak sedikit hadiah paman sebagai bekal dalam
perjalanan. Lalu Imam Muhammad menyuruh pembantu beliau mengambil
beberapa pundi wang, seraya berkata: "Ini sajalah yang dapat kuberikan
kepadamu Syafi'i,sebagai hadiah, untuk bekal dalam perjalanan. "Kali ini
saya tak dapat menolak hadiah itu, dikuatirkan beliau akan berkecil
hati. Inilah hadiah yang terbesar pernah kuterima selama hayatku,
wang sejumlah tiga ribu dinar. Setelah itu akupun bersalaman dengan Imam
Muhammad dan mohon do'a restu beliau. Akupun melanjutkan perjalanku
menuju Iran.Aku berjalan dari satu kota kesatu kota. Setiap bertemu
dengan Ulama yang terkenal Alim aku tidak melepaskan kesempatan untuk
menambah Ilmu Pengetahuan dari mereka. Aku mengembara keseluruh
pelosok Negeri Iran, beberapa tahun lamanya, dan kemudian kembali semula
ke Iraq semasa pemerintahan Harun al-Rasyid yang masyhur itu.
Kembali ke Madinah
Dalam lawatan Imam Syafi'i ke Iraq beliau menjelajah banyak tempat. Dari
Bagdad,beliau menuju Iraq Selatan,Anatolia (Asia Kecil) dan Haran.Dari
situ Imam Syafi'i pergi ke beberapa negara Syam dan kemudian kembali ke
Makkah menziarahi ibundanya. Dua tahun kemudian Imam Syafi'i berangkat
ke Madinah dengan memiliki Ilmu pengetahuan yang luas.Sesampainya beliau
di Madinah Imam Syafi'i menuju masjid al-Haram Annabawi (masjid Nabi
s.a.w.)beliau menziarahi kuburan suci Nabi s.a.w.dan turut hadir dalam
majlis ta'lim Imam Malik (guru Imam Syafi'i). Ketika itu Imam Malik
sedang memberi pelajaran kepada murid-murid beliau yang memenuhi majlis
Ilmu. Setelah itu Imam Malik mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
menguji sampai dimana Ilmu yang telah mereka kuasai.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Imam Malik agak susah mereka
menjawabnya. Tetapi Imam Syafi'i membisikkan jawabannya kepada orang
yang duduk disebelah beliau.
Begitulah
setelah diajukan pertanyaan-pertanyaan hanya lelaki yang dibisiki Imam
Syafi'i itu sahaja yang dapat menjawabnya.Lalu Imam Malik memanggil
lelaki itu,dan bertanyakan kepadanya dari mana dia memeroleh jawaban
yang tepat itu.Orang itu menjawab,bahwa jawaban itu diperolehnya dari
seorang anak muda yang duduk disebelahnya.Imam Malik memanggil anak muda
itu,ternyata anak muda itu adalah Asy-Syafi'i.Alangkah gembiranya Imam
Malik melihat Imam Syafi'i,lalu Imam Malik turun dari korsinya dan
memeluk Syafi'i dan berkata kepada Syafi'i:"Sempurnakanlah olehmu bab
ini."
Imam Malik merasa puas hati mendengar uraian yang disampaikan oleh Imam Syafi'i.
Setelah
usai pelajaran,maka Imam Malik mengajak Imam Syafi'i kerumahnya.Imam
Syafi'i mengabarkan segala pengalamannya dalam menuntut Ilmu
Pengetahuan,selama masa perpisahan dengan Imam Malik.Syaf'i juga
bercerita kepada gurunya Imam Malik betapa beliau sangat mengagumi Imam
Abu Hanifah Annu'man,dan beliau telah membaca fiqh Abu Hanifah melalui
dua orang murid Abu Hanifah yaitu Abu Yusuf dan Muhammad Al-Hasan.Pernah
Imam Abu Hanifah diserang dengan tuduhan bahwa beliau kurang menguasai
Ilmu Hadis.Imam Syafi'i membela Imam Abu Hanifah dan menempatkan Imam
Abu Hanifah ditempat yang mulia,dan berkata:"Peranan Abu Hanifah dalam
bidang figh amat luas dan semua orang tidak dapat melepaskan diri dari
peranan Abu Hanifah."
Imam
Syaafi'i menetap di Madinah sebagai murid Imam Malik sejak pertemuan
itu (thn 170 H.sehingga Imam Malik wafat pada tahun 179 H.) Ketika itu
Imam Syafi'i telah mencapai usia dua puluh sembilan tahun.Ketika gurunya
meninggal dunia Imam Syafi'i amat bersedih hati,dan beliau sering
mencucurkan air mata kesedihan mengenang jasa gurunya kepadanya.Tidak
lama kemudian setelah itu Imam Syafi'i kembali ke Makkah dan
meninggalkan Madinah dengan kenangan manis bersama gurunya Imam Malik
bin Anas r.a.
Imam Al-Syafi’i Difitnah
Setelah
Imam Malik meninggal dunia pada tahun 179 H, maka Imam al-Syafi’i pulang
ke Makkah . Nama Imam al-Syafi’i demikian harumnya sehingga menarik
perhatian seorang penguasa Yaman yang bersetuju melantik Imam al-Syafi’i
sebagai wali ataupun pegawai yang bertanggung jawab di daerah Najran.
Disitu Imam al-Syafi’i telah menjalankan tugasnya dengan penuh keadilan
sehingga menjadi tumpuan orang ramai mengharapkan keadilan.
Sudah
tentu sikap benar dan adil itu bukan semua manusia menyukainya, terutama
sekali manusia yang suka menindas dan zalim. Maka mereka mecari jalan
untuk menyinkirkan Imam al-Syafi’i dari daerah tersebut dengan demikian,
segala rencana jahat mereka tidak ada yang menghalanginya.
Oleh
itu mereka mencari-cari jalan untuk menjatuhkan Imam al-Syafi’i, lalu
Imam al-Syafi’I difitnah dengan aduan palsu kepada khalifah al-Rasyid,
dengan menuduh Imam al-Syafi menjadi ketua kepada sembilan Alawi yang
hendak menggulingkan kerajaan Abbasiyah.
Imam
al-Syafi’i adalah diantara para Imam yang sangat mencintai Ahlul Bait
(keluarga terdekat Rasulallah s.a.w.). Banyak sya’ir beliau yang
menunjukkkan kecintaan beliau kepada Ahlul Bait, antaranya Imam
al-Syafi’i bersyair.
"Wahai Ahlul-Bait Rasulallah, mencintai kalian
adalah Kewajiban dari Allah diturunkan dalam al-Quran
cukuplah bukti betapa tinggi martabat kalian
tiada sholat tanpa shalawat bagi kalian."
adalah Kewajiban dari Allah diturunkan dalam al-Quran
cukuplah bukti betapa tinggi martabat kalian
tiada sholat tanpa shalawat bagi kalian."
Dalam sya’ir lainnya al-Imam Syafi’i menyampaikan kandungan isi hatinya, antara lain al-imam mengatakan:
"Jika
sekiranya disebabkan kecintaan kepada keluarga Rasulallah s.a.w. maka
aku dituduh Rafidhi (Syi’ah). Maka saksikanlah jin dan manusia, bahwa
sesungguhnya aku adalah Rafidhi."
Kecintaaan
Imam al-Syafi’i kepada Ahlul Bait menjadi bahan fitnah bagi manusia
dengki, kaki ampu, untuk menjatuhkan imam al-Syafi’i dari kedudukannya.
Lalu surat fitnah dikirmkan kepada Harun al-Rasyid yang bunyinya
demikian :
" ………Diantara
mereka terdapat seorang lelaki bernama Muhammad bin Idris, ia bekerja
dengan lidahnya ………Jika tuanku ingin Hijaz kekal di bawah takluk
pemerintahan tuanku, mereka itu hendaklah dibawa kepada tuanku." (Usul
al-Fiqh,h.65)
Al-Rayid
merasa ketakutan Kerajaannya tumbang, sebab kerajaannya dibina dengan
banyak mengorbankan jiwa mereka yang tak bersalah, lalu dia
memerintahkan kumpulan sembilan dan al-Syafi’i supaya dibawa
menghadapnya di Iraq. Kesemua mereka digari dibawa dengan baghal. Di
Iraq, semuanya dibunuh kecuali al-Syafi’i yang mendapat pembelaaan dari
Imam Muhammad Syaibani (murid imam Abu Hanifah) pada tahun 184 Hijrah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar